JAKARTA, LASPELA – Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) kembali menetapkan 5 orang tersangka baru pada perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.
Diantara kelima tersangka baru dugaan tindak pidana korupsi itu, salah satunya eks Direktur Utama perusahaan PT Timah Tbk medio 2016-2021, MRPT alias RZ.
Sementara keempat lainnya yakni, SG alias AW selaku Pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, MBG selaku pengusaha Tambang di Kota Pangkalpinang, HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP (perusahaan milik Tersangka TN alias AN) dan EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017 hingga 2018.
Kepala pusat penerangan hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana dalam siaran persnya mengatakan penetapan kelima tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan dan dikaitkan dengan alat bukti yang ditemukan.
“Tim Penyidik telah meningkatkan status 5 orang saksi menjadi tersangka berdasarkan hasil pemeriksaan dan barang bukti yang disita tim penyidik,” kata Ketut, Jumat (16/2/2024).
Ketut menjelaskan, adapun kasus posisi dalam perkara ini yaitu tersangka HT alias ASN merupakan pengembangan penyidikan dari tersangka AA yang sudah dilakukan penahanan.
Sedangkan modus yang dilakukan tersangka SG alias AW dan tersangka MBG ini memiliki perusahaan yang melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 tentang sewa menyewa peralatan processing peleburan timah.
“Adapun perjanjian tersebut ditandatangani oleh tersangka MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan Tersangka EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk,” bebernya.
Pada saat itu, lanjut Ketut, tersangka SG alias AW memerintahkan MBG untuk menandatangani kontrak kerja sama serta menyuruh untuk menyediakan bijih timah dengan cara membentuk perusahaan-perusahaan boneka guna mengakomodir pengumpulan bijih timah ilegal dari IUP PT Timah Tbk, yang seluruhnya dikendalikan oleh Tersangka MBG.
“Bijih timah yang diproduksi oleh Tersangka MBG tersebut perolehannya berasal dari IUP PT Timah Tbk atas persetujuan dari PT Timah Tbk. Kemudian, baik bijih maupun logam timahnya dijual ke PT Timah Tbk,” ungkapnya.
Tak sampai disitu, untuk mengumpulkan bijih timah yang ditambang secara ilegal, Tersangka MBG atas persetujuan Tersangka SG alias AW membentuk perusahaan boneka yaitu CV Bangka Jaya Abadi (BJA) dan CV Rajawali Total Persada (RTP).
“Total biaya yang dikeluarkan oleh PT Timah Tbk terkait biaya pelogaman di PT SIP selama tahun 2019 s/d 2022 yaitu senilai Rp975.581.982.776 atau Rp 975, 581 miliar. Sedangkan, total pembayaran bijih timah yakni senilai Rp1.729.090.391.448 atau Rp 1,729 triliun,” ujarnya.
Untuk melegalkan kegiatan perusahaan boneka tersebut, PT Timah Tbk menerbitkan SPK Borongan Pengangkutan SHP mineral timah, dimana keuntungan atas transaksi pembelian bijih timah tersebut dinikmati oleh tersangka MBG dan SG alias AW.
“Selain membentuk perusahaan boneka, MBG atas persetujuan SG alias AW juga mengakomodir penambang-penambang timah ilegal di WIUP PT Timah Tbk. Nantinya, mineral biji timah yang diperoleh dikirimkan ke smelter milik tersangka SG alias AW,” terangnya.
Ketut menuturkan, perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam proses penghitungannya melebihi dari perkara korupsi PT Asabri dan Duta Palma.
“Selain itu, terdapat kerugian kerusakan lingkungan akibat adanya aktivitas penambangan ilegal timah di Provinsi Bangka Belitung,” ucapnya.
Untuk kepentingan penyidikan, lanjut Ketut tersangka MRPT alias RZ, HT alias ASN, dan MBG ditahan di Rutan Negara Kelas I Jakarta Pusat. Untuk tersangka SG di tahan di Rutan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan tersangka EE alias EML di Rutan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan.
“Pasal yang disangka kepada kelima tersangka adalah Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkasnya. (pra/*)