Bawaslu Ingatkan Calon Terpilih Bisa Batal Dilantik

BANGKA BARAT, LASPELA – Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Bangka Barat (Babar), Provinsi Bangka Belitung (Babel) menggelar acara dengan tema potensi sengketa penetapan calon terpilih pasca kampanye dan pungut hitung pada pemilihan umum serentak Tahun 2024. Acara yang berlangsung Kamis (8/2/2024) di Taman Pelangi Mentok itu, diikuti perwakilan seluruh partai politik (Parpol) peserta pemilu dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Koordinator Divisi (Kordiv) Penangan Pelanggaran dan Penyelesaian Sengketa (P3S) Bawaslu Babar, Rio Febri Fahlevi mengatakan, hal ini perlu dilakukan supaya tidak terjadi pelanggaran di kemudian hari.

“Jadi banyak ruang yang akan menjadi ruang sengketa setelah pungut hitung, bahkan penetapan. Ini yang harus kita selesaikan, seperti LADK dan segala macam, termasuk penggunaan sumbangan dana kampanye, yang dibatasi dan kalau lebih harus dikembalikan, juga terkait administrasi lainnya yang wajib mereka penuhi,” ujarnya.

Kemudian, sengketa lain yang mungkin terjadi adalah mandat dari Parpol sesuai tingkatannya, mana yang terlebih dahulu diutamakan. Dikatakan Rio, sesuai yang diatur dalam KPT 66 tahun 2024, maka yang kabupaten didahulukan.

“Maka yang bermandat dari pimpinan partai politik tingkat kabupaten yang di pakai, itu penting disampaikan kepada partai politik. Serta pemahaman yang baik, buat pengawas kami nanti, di tahapan pungut hitung di tanggal 14 Februari nanti,” ucapnya.

Sementara itu, Kordiv Hukum dan Penyelesaian Sengketa (HPS) Bawaslu Babel, Davitri mengapresiasi kegiatan yang diselenggarakan Bawaslu Babar. Menurutnya, hal tersebut memang perlu dilakukan untuk menyamakan persepsi antara peserta dan pengawas.

“Tentu kami mengapresiasi apa yang telah dilakukan Bawaslu Kabupaten Bangka Barat, yang telah melakukan sosialisasi kepada seluruh partai politik yang ada.
Mengidentifikasi terkait persoalan-persoalan yang kemungkinan terjadi dan proses sengketa, pasca pungut hitung dan kampanye nanti,” ucapnya.

Menurut Davitri, sesuai dengan UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terdapat beberapa hal yang membuat calon terpilih tidak bisa dilantik, apabila terbukti melakukan pelanggaran.

“Kalau di Undang-Undang Nomor 7 itu ada empat, yang pertama meninggal dunia, dinyatakan tidak memenuhi syarat, terus mengundurkan diri dan keempat terbukti ada pelanggaran pidana pemilu, yang diputuskan oleh kekuatan hukum yang tetap,” ujarnya.

Pelanggaran pidana pemilu, di antaranya terbukti melakukan money politik, menggunakan fasilitas negara untuk kampanye. Hal tersebut yang perlu dihindari, lantaran pernah terjadi pada Pemilu sebelumnya.

“Karena dalam pengalaman kita di tahun 2019 ada satu peserta pemilu yang calon peroleh suara terbanyak, tapi tidak bisa dilantik jadi anggota DPRD. Hal ini (pemahaman) sangat baik kita sampaikan ke peserta pemilu ini,” katanya. (oka)