PANGKALPINANG, LASPELA – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pangkalpinang menggelar Bedah Pantun bersama ibu-ibu literat Kota Pangkalpinang yang merupakan wujud pada Program Pengembangan Literasi Daerah yang digelar di Ruang Pertemuan Dinas Perpustakaan Kota Pangkalpinang, Rabu (7/2/2024).
Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Pangkalpinang, Eti Fahriaty mengatakan peserta bedah pantun wajib mengumpulkan 10 pantun karyanya untuk dibedah hari ini.
“Peserta yang mengikuti bedah pantun ini sebelumnya telah disosialisasikan terkait latar belakang membuat pantun, dan mereka diberikan tugas mengumpulkan 10 pantun hasil karya mereka sendiri dan kita bedah disini,” katanya.
Maksud bedah pantun ini ialah karya dari peserta yang mengumpulkan pantun tentu masih ada kekurangan dan tidak sesuai aturan pantun sendiri, seperti harus ada 8 sampai 12 suku kata dengan sajak A-B-A-B.
“Pantun perdana yang mereka buat banyak yang belum nyambung, pantun mereka inilah yang kita bedah untuk memberikan pemahaman kepada mereka pantun yang benar seperti apa,” ujarnya.
Ia juga menjelaskan tentang 2 baris pertama itu merupakan sampiran yang boleh bebas apa saja, sedangkan 2 baris terakhir pantun ialah isi pantun itu. “Setelah dibedah, ternyata sudah banyak paham dengan ini, jadi pantun ibu-ibu ini sudah sangat luar biasa,” katanya.
Eti juga menjelaskan kenapa ia memilih pantun sebagai salah satu materi pembelajaran bagi lansia, karena pantun adalah literat yang paling ringan.
“Contohnya saja ada satu oma-oma yang sudah umurnya 70an ternyata nyambung, berarti dia tidak bingung menterjemahkan apa itu pantun, karena ini yang paling ringan ternyata bisa dipahami oleh semua kalangan,” jelasnya.
Pantun juga menurutnya adalah salah satu jenis literasi yang harus disosialisasikan, terlebih pada Perda Pantun merupakan hal yang harus dilakukan pada awal sambutan disetiap acara.
“Jadi Insha Allah nanti kedepannya semua masyarakat di Babel dapat melaksanakan perda tersebut, menyampaikan sesuatu diawal dengan berpantun, tentu harus pantun yang benar,” tuturnya.
“Selama ini sambutan-sambutan di acara-acara, pasti ada pantun namun mereka merasa kalau mereka ini berpantun, tapi bagi yang mengerti tentang pantun yang disampaikan itu belum pantun, karena hanya mengambil ujung-ujung yang sama saja, padahal tidak seperti itu,” pungkasnya. (dnd)