BANGKA BARAT, LASPELA – Mantan Kades Buyankelumbi, Kecamatan Tempilang periode 2003-2006, Erlan membenarkan bahwa di era kepemimpinannya, Surat Kepemilikan Tanah (SKT) atas nama Deni, anak dari keluarga H Muhammad diterbitkan pemerintah. Menurutnya, selama puluhan tahun lamanya tidak pernah ada persoalan tanah yang dikuasai dan dikelola H Muhammad. Tahun 2005, Pemdes Buyankelumbi menerbitkan SKT pada lahan itu atas nama Deni.
“Sejak SKT terbit, baru ada klaim tahun 2018, RT (pihak mengklaim) tunjukkan surat izin tahun 1974. Sementara kami tidak tahu sebelumnya surat izin untuk pertanian itu dipegang RT. Maka tahun 2005 itu kami terbitkan SKT,” katanya, Selasa (30/1/2024).
Selanjutnya, surat yang dipegang RT tidak pernah selama puluhan tahun lamanya disampaikan ke Pemdes Buyankelumbi dan baru terjadi di 2018. Apalagi surat itu untuk pengelolaan pertanian, bukan berbentuk SKT, SP3AT atah SHM yang dapat diakui sah secara negara.
“Jadi intinya surat itu hanya untuk izin buka lahan, tetapi setelah itu lahan ini ditelantarkan walaupun memang ada sempat digarap sebentar. Kemudian si pihak H Muhammad memanfaatkan lahan yang dianggap hutan ini untuk membuka perkebunan,” ucapnya.
Alasan keluarga H Muhammad berani mencoba mengelola lahan itu karena tidak adanya tanam tumbuh di sana. Selang beberapa tahun dikelola, tahun 2005 pengajuan penerbitan SKT dilakukan oleh keluarga H Muhammad kepada pihak Pemdes Buyankelumbi.
“Kita buat SKT karena lahan itu dikelola dari kosong, tidak ada yang punya dan tanam tumbuh sampai ada sahang, cokelat dan karet. Sementara surat dari RT kita tidak tahu sama sekali, kata si RT dia dapat surat itu dari orang tua dia,” ungkap Erlan.
Ia mengaku kaget setelah pihak RT ada melayangkan gugatan atas persoalan tanah yang diklaim dari lahan milik H Muhammad seluas 20 Ha. Kata RT, lahan 20 Ha itu milik orang tuanya. Padahal, dari 20 Ha itu yang dikelola keluarga RT hanya sebagian kecil.
“Sedangkan yang dikelola oleh keluarga Pak Muhammad memang hutan ke arah belakang-belakang. Kalau di situ memang banyak masyarakat berkebun, jadi ada 10 orang yang kena dampak juga sampai ikut sidang di PN Mentok saat ini,” jelasnya.
Erlan mengatakan, Senin (29/1/2024) kemarin telah memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang gugatan perdata yang dilayangkan RT. Ia harap, persoalan ini tidak berlarut-larut dan dapat diselesaikan secara musyawarah antara kedua belah pihak nantinya.
“Kalau bisa diselesaikan secara kita di lapangan saja, musyawarah mufakat dan adil, walaupun agak berat. Karena kalau dulu masih bisa diselesaikan, kita sering musyawarah keluarga belum sampai PN, tapi jalan buntu juga kemarin, ikuti saja prosesnya,” ucapnya. (oka)