Tak Hanya Kurang Gizi, Stunting Juga Dipengaruhi Lingkungan Sekitar

PANGKALPINANG, LASPELA – Kasus stunting pada anak ternyata bukan hanya dilihat dari kekurangan gizi atau gizi buruk saja, tetapi dilihat juga dari pengaruh lingkungan sekitar hingga kondisi kesehatan orang tua.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (PPPAKB) Kota Pangkalpinang, Agustu Afendi mengatakan, kondisi rumah yang tidak layak huni juga menjadi faktor anak terlahir stunting.

“Kita lihat kondisi rumahnya, apakah layak huni, apakah jambannya sehat, ada atau tidaknya akses air, jika tidak layak huni maka akan kita bantu, berbicara stunting bukan hanya berbicara sumber gizinya artinya stunting lekat juga dengan tempat tinggal,” ujarnya, Kamis (31/8/2023).

Jika tempat tinggalnya tidak layak huni, perbaikan gizi pun akan menjadi sia-sia karena penyakitnya ada disekitaran dia. “Percuma jika kita perbaiki gizi namun masalahnya ada dilingkungan sekitarnya, untuk itu akan kita bantu,” katanya.

Sementara itu, kondisi kesehatan orang tua pun menjadi faktor utama anak terlahir stunting. “Karena dimulai dari ibu, untuk itu sebelum menikah harus ikut catin dulu, kalau ibunya menikah dari sejak muda kan dicek dan hb dibawa 11,5 itu nanti beresiko artinya ibu ini akan kekurangan darah,” katanya.

“Tidak hanya itu, lingkar lengan dibawah normal 28 itu akan beresiko, nah hal seperti inilah yang kita screening dari awal, dia juga akan menyusui bayinya, apakah sehat dan bayinya apakah bagus,” tambah Agustu.

Ia menyeburkan,  Bayi Bawah Dua Tahun (Baduta) yang dikenal dengan 1000 hari pertama kehidupan (HPK) jadi dari bayi di kandungan sampai dengan usianya 24 bulan inilah masa-masa paling kritis, jika lewat dari masalah kritis kemungkinan stunting tidak ada lagi. (dnd)