PANGKALPINANG, LASPELA – Puluhan masyarakat dari Koba, Kabupaten Bangka Tengah yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Terzalimi (Almaster) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), dikarenakan adanya dugaan kejanggalan dalam proses penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2022/2023, Senin (24/7/2023).
“Kami datang kesini meminta kepada Disdik Babel untuk lebih memperhatikan SMA 1 Koba, dan dalam aksi ini tuntutan kami yakni ingin ditambah rombongan belajar (rombel) di SMA 1 Koba, karena sampai saat ini ada 34 siswa yang belum sekolah,” kata Apri Panzupi salah satu perwakilan masyarakat yang melakukan orasi dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Dikatakan Apri, sebelumnya 34 siswa ini sudah mendaftar di SMA 1 Koba, tapi sampai dengan detik ini mereka belum sekolah dengan alasan zonasi.
“Menurut saya penerimaan siswa di SMA 1 Koba ini harus melalui jalur zonasi yang dikombinasikan dengan prestasi dan inilah yang menjadi dalang dari permasalahan ini, kalau zonasi murni clear masalah ini. Bisa bayangkan sebagian dari warga ini rumahnya berdekatan dengan SMA 1 Koba tapi tidak diterima dengan alasan ada nilai yang tidak terpenuhi,” ucapnya
Dia menyebutkan, jika dilihat dari jalur prestasi, tidak menghalangi anak-anak di luar di Bangka Tengah untuk masuk sekolah di SMA 1 Koba.
“Bapak bisa bayangkan dari SMA 1 yang ada di Bangka Selatan, ada beberapa orang yang ngambil jalur prestasi ke SMA 1 Koba, dan kami tidak permasalahkan ini, cuma ketersediaan untuk anak-anak Bangka Tengah ini ada terutama yang rumahnya dekat dari sekolah tersebut,” ujarnya.
“Ini lucukan masa anak-anak dari Bangka Tengah harus sekolah di SMA 1 Air Bara Bangka Selatan, sedangkan anak-anak dari sana sekolah di SMA 1 koba, yang lucu nya lagi Pak Pj Gubernur mengatakan silahkan sekolah di swasta, sementara di Koba hanya ada 1 SMA negeri dan 2 SMK negeri, tidak ada SMA swasta di Koba, hanya ada dua pondok pesantren saja, kan tidak mungkin anak-anak kita yang non muslim sekolah di situ (pesantren-red),” sambungnya.
Menurut Apri, berdasarkan data ada 812 siswa-siswi yang lulus SMP di tahun ini dan SMA/SMK Negeri di Koba mampu menampung 828 siswa, tetapi karena di SMA Negeri 1 Koba kelasnya dikurangi 1, yang sebelumnya ada 8 rombel menjadi 7 rombel sehingga tidak semua siswa-siswi dapat tertampung.
“SMA Negeri 1 siap menambah rombel tapi tidak diizinkan dinas terkait karena akan mempengaruhi sekolah swasta. Sekolah swasta di Koba hanya ada 2 pondok pesantren, tidak mungkin yang non-muslim harus masuk ke ponpes. Kami harap kebijakan dari Pj gubernur dan dinas pendidikan untuk menyelesaikan persoalan ini,” harapnya.
Apri menyarankan untuk jangka pendek membuka rombel di SMA 1 Koba, dan jangka panjangnya silahkan dikaji apakah kedepan apakah ada kemungkinan untuk membangun sekolah lagi di Koba.
“Saya meminta kepada Disdik Babel agar dapat mengkaji untuk bisa membangun SMA Negeri 2 karena di Koba yang memiliki 1 SMA Negeri. Karena menurut saya sangat berbeda dengan kota atau kabupaten lainnya,” tutupnya.(chu)