Perayaan Iduladha, Babel Masih Pertahankan Adat Istiadat

PANGKALPINANG, LASPELA — Perayaan Iduladha di berbagai daerah  memiliki adat istiadat, salah satunya di Provinsi Kepulauan  Bangka Belitung (Babel).

Salah satu yang dilakukan dalam suasana lebaran adalah ziarah kubur dan nganggung. Dalam sejarah ziarah kubur merupakan salah satu amalan mulia yang tak hanya dilakukan menjelang Ramadan, tetapi juga saat hari raya Idul Fitri. Ziarah kubur bertujuan untuk mengingatkan manusia yang masih hidup akan kematian. Selain itu, berziarah kubur juga dapat meningkatkan kezuhudan seseorang terhadap kehidupan duniawi.

Pemerhati Budaya, Ahmadi Sopyan juga memberikan pendapat terkait adat istiadat yang terjadi di Babel saat merayakan lebaran.

“Perayaan Iduladha di Pulau Bangka sama halnya dengan di wilayah lain di Indonesia,  yang membedakan adalah di kampung-kampung pada malam harinya masyarakat berduyun-duyun datang ke masjid. Selain mengumandangkan takbir, juga melakukan do’a bersama, tahlil dan menikmati hidangan yang disajikan di atas dulang yang ditutupi tudung saji,” ujar Ahmadi atau biasa dipanggil Atok Kulop.

Ziarah kubur sering dilakukan masyarakat ketika hari lebaran. Mendatangi makam orang tersayang untuk mendo’akannya.

Pagi harinya setelah melaksanakan sholat Ied, sambung Ahmadi, kembali masyarakat melakukan budaya nganggung membawa makanan ke masjid dengan menggunakan dulang dan tudung saji sebagai penutup. Hal ini dilakukan sejak ratusan tahun silam sebagai bentuk rasa suka cita dengan bersyukur melalui sedekah makanan terbaik dari rumah masing-masing.

Budaya nganggung menjadi ciri khas kita masyarakat Pulau Bangka yang sudah melekat menjadi karakter. Ini adalah selain budaya yang indah, tapi juga sangat mendidik. Dalam budaya nganggung itu mendidik masyarakat mensyukuri sesuatu dengan cara yang benar, yakni sedekah makanan terbaik di rumah kepada orang lain. Bagi generasi tua, hendaknya budaya nganggung ini harus diwarisi kepada anak-anak kita dan semua generasi muda.

“Saya pribadi cukup prihatin sekarang ini budaya nganggung dengan membawa dulang yang ditutupi tudung saji sudah diganti nasi kotak hanya karena ingin instan,” imbuh Ahmadi. (yak)