Organisasi Pers di Babel Kecam Intimidasi Transmart kepada Wartawan

* Langgar Undang-Undang Pers

PANGKALPINANG, LASPELA – Organisasi pers di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Babel dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Babel mengecam intimidasi yang dilakukan oknum petugas keamanan Transmart Pangkalpinang kepada wartawan yang melakukan peliputan peristiwa ambruknya plafon Transmart Pangkalpinang, kemarin (19/6/2023).

Ketiga jurnalis yang diintimidasi yakni Eji Andino Dika (TVRI), Rama Nuasa (HeloBerita) dan Arya Ramandanu (Laspela). Peristiwa itu terjadi pukul 13.38 WIB. Berawal ketiga jurnalis mendapat informasi ada peristiwa plafon transmart ambruk.

“Kami bertiga dapat informasi ada plafon ambruk akibat jebolnya saluran air di transmart lantai atas. Kedua rekan saya Eji dan Rama sudah sampai duluan,” kata Arya saat dikonfirmasi, Senin (19/6/2023) sore di Mapolresta Pangkalpinang.

Menurutnya, kedua rekannya masuk berbareng dengan pihak Polsek Gerunggang, Pangkalpinang. Arya pun berinisiatif meminta izin untuk masuk ke satpam transmart tersebut.

“Saya datang telat. Lalu saya minta izin ke satpam untuk ambil gambar ke areal dalam atau lokasi ambruknya plafon, namun tidak di kasih. Saya disuruh nunggu di lobi,” bebernya.

Setelah nunggu di lobi, tak berselang lama kedua rekannya (Eji dan Rama) keluar didampingi satpam. Diduga disuruh keluar pihak satpam.

“Saya lihat keduanya mengambil gambar seperti biasa. Lalu digiring keluar oleh satpam untuk keluar. Setelah keluar kita terlibat perdebatan. Mereka meminta mengecek henphone Eji agar menunjukan hasil rekaman dan menghapus video dengan nada tinggi,” tegasnya.

“Awalnya kami tidak dikasih. Terus kami minta syarat boleh dihapus tapi dengan syarat meminta bertemu dengan atasan atau yang berwenang memintai keterangan,” timpalnya.

Lanjut dia, permintaan mereka tidak digubris oknum satpam dan tetap minta segala video harus dihapus baik foto atau video.  Dengan nada tinggi dan memaksa akhirnya Eji pemilik video menyerahkan dan merelakan hasil liputannya.

“Handphone dikasih sama Eji, lalu satpam itu menghapus seluruh video. Satpam meminta agar mereka (jurnalis) tidak meminta konfirmasi kepada pihak Transmart hingga mereka memberikan klarifikasi sendiri atas insiden yang terjadi,” tambahnya.

Atas kejadian tersebut tiga jurnalis pun melaporkan kasus itu ke Mapolresta Pangkalpinang, Bangka Belitung.

Sementara Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Babel, Joko Setyawanto yang turut mendampingi pelaporan itu menjelaskan kejadian menghalangi kerja-kerja jurnalistik seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi di tengah era digital ini. Apalagi dilakukan oleh perusahaan besar yang outletnya tersebat diseluruh Indonesia.

“Kok primitif sekali pola segala sesuatu harus dengan kekerasan, intimidasi, atau persekusi. Apa hanya karena ada aturan perusahaan terus bisa mengangkangi aturan negara? Kerja jurnalistik ada koridornya, ada payung hukumnya berupa UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers. Sebetulnya kami prihatin atas nasib pion-pion yang cuma menjalankan tugas ini, tapi apakah tidak pernah belajar dari banyak peristiwa serupa yang pernah terjadi. Harusnya kan bisa jadi pembelajaran, ada aturan yang lebih tinggi dari aturan perusahaan, yaitu aturan negara berupa konstitusi Undang-Undang,” kata Joko.

Ditambahkan Joko, pihaknya berharap agar kepolisian dapat menyelesaikan perkara ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di tanah air.

PWI Babel Angkat Bicara,

Senada dengan IJTI, Ketua PWI Babel, Muhammad Fakhturahman, juga menyesalkan sikap arogansi yang ditunjukan pihak keamanan Transmart terhadap sejumlah awak media.

Sebab menurut Boy, upaya menghalang halangi, intimidasi dan persekusi terhadap kinerja seorang jurnalis yang sedang menjalankan tugas dikenakan pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.

“Menghalangi wartawan atau jurnalis pada saat menjalankan tugasnya dapat dipidana. Bagi seseorang yang dengan sengaja menghalangi wartawan menjalankan tugasnya dalam mencari, memperoleh dan menyebarluaskan informasi dapat dikenakan pidana sebagaimana di atur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” kata Boy.

“Dengan demikian, seseorang yang dengan sengaja menghambat dan menghalangi tugas wartawan otomatis melanggar ketentuan pasal tersebut dapat diancam pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah,” tambahnya.

Menurut Boy, apapun dalilnya upaya intimidasi dan persekusi terhadap jurnalis tidak dibenarkan. Sebab kehadiran dan tugas pokok  jurnalis memenuhi hak publik,
untuk mengakses informasi secara transparan dan berimbang.

“Sikap arogansi semacam ini tidak dibenarkan karena sama saja  mengangkangi dan merampas kemerdekaan pers. Untuk itu kami minta agar kasus ini diusut tuntas,” pungkasnya.(rell)