PANGKALPINANG, LASPELA – Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Adet Mastur mempertanyakan terkait status lokasi lahan kritis mencapai 64 ribu hektar yang ada di Babel saat ini.
Menurutnya lahan-lahan kritis tersebut harus diketahui apakah masuk dalam kawasan hutan. Jika demikian, maka dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus melakukan reboisasi.
“64 ribu lahan kritis itu tak mungkin tidak bertuan, melainkan pasti ada pemiliknya. Di Babel ini banyak lahan yang ditambang, sehingga bagi pemegang IUP harus melakukan reklamasi dengan tumbuhan yang mengandung nilai ekonomis,” ujar Adet, Jumat (10/3/2023).
Adet menyebut arti kata menanam tanaman sifatnya ekonomis atau produktif yang bisa dijaga masyarakat setempat.
“Kalau dijaga masyarakat setempat, misalnya kita tanam durian, tanam buah-buahan apakah alpukat, mangga, pasti dijaga masyarakat. Dan kalo berbuah ini juga mendukung program pemerintah untuk menetapkan Babel provinsi wisata, kita jadikan wisata agro misalnya,” jelasnya.
Untuk itu pihaknya mendorong lahan kritis di dalam kawasan hutan harus dilakukan reboisasi oleh KLHK. Apabila lahan pinjam pakai di kawasan hutan, harus reklamasi.
“Begitu juga yang di luar kawasan hutan, pemerintah harus tegas, panggil pemegang IUP untuk melakukan reklamasi, jangan biarkan azaz pembiaran,” tuturnya.
Karena, menurut Politisi PDI-P ini, jika lahan kritis itu di luar dari kawasan hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL) atau masuk eks penambangan timah, maka pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) harus melakukan reklamasi.
“Jika itu eks penambangan kewajiban mereka reklamasi dong, tugas mereka kewajiban mereka karena sudah melakukan penambangan. Kalau tidak melakukan reklamasi tolong segera pemerintah yang mendapatkan dana Jaminan Reklamasi (Jamrek) harus melakukan reklamasi,” tutupnya.(chu)