SUNGAILIAT, LASPELA – Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi kasus stunting balita di Kabupaten Bangka sebesar 16,2 persen. Angka ini mengalami penurunan dibanding tahun 2021 yang mencapai 17,5 persen.
Namun demikian, berbeda dengan hasil surveilans gizi melalui elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (EPPGBM) dimana prevalensi stunting balita turun dari 1,68 persen pada 2021 menjadi 1,34 persen.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Bangka dr Then Suyanti mengatakan, jika mengacu pada SSGI, angka tersebut masih di bawah Nasional yang berada diangka 21,6 persen, dan Propinsi Babel 18,5 persen.
“Kalau SSGI itu survei atau sampling, tapi kalau EPPGBM sasaran pengukuran semua balita. Saat ini pemerintah pusat masih menggunakan SSGI sebagai acuan,” kata Kadinkes Bangka, dr Then, Kamis (2/3/2023) malam.
Sementara itu, Bupati Bangka Mulkan mengatakan, kekurangan dan kelebihan gizi pada balita akan mempengaruhi perkembangan fisik, mental, sosial pada masa kanak-kanak, dewasa sampai lansia. Dengan melakukan identifikasi gangguan pertumbuhan dan intervensi sejak dini dapat mencegah terjadinya masalah gizi di kemudian hari.
“Segala upaya perbaikan gizi pada usia dini merupakan investasi jangka panjang untuk kesehatan dan kesejahteraan individu, keluarga, dan masyarakat umum,” kata Bupati.
Oleh karena itu, tegas Mulkan, upaya penurunan stunting perlu dilakukan sedini mungkin untuk menghindari dampak jangka panjang yang merugikan, karena akan berpengaruh terhadap kualitas generasi di masa mendatang.
Selain itu, Mulkan juga menyebutkan bahwa kegiatan pemantauan pertumbuhan di Indonesia diimplementasikan dengan melakukan penimbangan berat badan anak secara berkesinambungan dan teratur.
Hasil penimbangan tersebut, kemudian dibuat titik dalam grafik pertumbuhan pada kartu menuju sehat (KMS) dan dihubungkan untuk membentuk garis pertumbuhan anak.
Garis pertumbuhan inilah yang selanjutnya digunakan untuk mendeteksi status pertumbuhan anak, sehingga jika anak mengalami gangguan pertumbuhan dapat ditindaklanjuti dengan cepat dan tepat.
“Untuk mendapatkan data penilaian pertumbuhan balita yang akurat maka diperlukan pelatihan dan orientasi pemantauan pertumbuhan bagi petugas gizi dan kader Posyandu, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penilaian pertumbuhan,” pungkasnya. (mah)