PANGKALPINANG, LASPELA – PT TIMAH Tbk melakukan tranformasi teknologi pengolahan timah kadar rendah dengan membangun Top Submerge Lance (TSL) Ausmelt Furnace di Kawasan Unit Metalurgi Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Pembangunan TSL Ausmelt Furnace dikabarkan telah rampung 100 persen dan direncanakan akan mulai di commisiong kan pada akhir November ini.
Kunjungan Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober lalu ke proyek pembangunan Ausmelt Furnace yang dikolaborasikan bersama PT Wijaya Karya sebagai bentuk sinergi BUMN. Presiden menyampaikan bahwa kehadiran TSL Ausmelt Furnace sebagai upaya untuk mendorong hilirisasi dalam konteks ketersediaan mineral timah sebagai komoditas.
PT TIMAH Tbk juga menggandeng Outotec australia yang berpusat di Finlandia sebagai provider teknologi TSL Ausmelt Furnace. Kemudian, pembangunan TSL Ausmelt Furnace sendiri adalah strategi untuk menjawab tantangan yang dihadapi industri pertambangan timah saat ini. Dimana ketersediaan biji timah dengan kadar tinggi atau diatas 70 persen Sn sudah terbatas.
Teknologi peleburan timah yang dimiliki PT Timah Tbk saat ini, Tanur Reverberatory tidak mempunyai fleksibilitas mengolah konsentrat bijih Timah kadar rendah (< 70% Sn). Selain itu, membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk melebur timah dan terak.
Tanur Reverberatory menggunakan bahan bakar minyak (marine fuel oil) dengan reduktor batu bara jenis antrasit yang lebih banyak dan membutuhkan biaya yang relatif besar.
Untuk mampu bersaing dengan industri pertambangan timah dunia, PT TIMAH Tbk harus menekan cost produksi sehingga penggunaan teknologi menjadi hal yang harus dilakukan untuk menjawab tantangan kedepan.
Dengan TSL Ausmelt Furnace, diharapkan mampu mengolah konsentrat bijih timah dengan kadar rendah mulai dari 40% Sn, dengan kapasitas produksi 40.000 ton crude tin per tahun atau 35.000 metrik ton ingot per tahun.
Selain itu, dari sisi pengoperasian TSL Ausmelt Furnace dilakukan dengan proses otomasi dengan sistem kontrol. Untuk bahan bakar dan reduktor, TSL Ausmelt menggunakan batu bara jenis Sub-Bituminus yang cenderung lebih mudah didapatkan di Indonesia.
Waktu pengolahan juga lebih singkat, untuk satu batch pengolahan hanya membutuhkan waktu sekitar 10,5 jam. Sedangkan pada Reverberatory membutuhkan waktu 24 jam perbtach.
Selain itu, di tengah gencarnya isu lingkungan yang menyoroti perusahaan pertambangan, TSL Ausmelt lebih safety dan menerapkan teknologi ramah lingkungan karena dilengkapi dengan Hygien Sistem dan Waste Water Treatment.
“Dengan beroperasinya Ausmelt dapat menekan cost pengolahan sebesar 25 persen dibandingkan dengan menggunakan Reverberatory furnace,” kata Sekretaris Perusahaan PT TIMAH Tbk, Abdullah Umar Baswedan.
Abdullah mengatakan, tujuan transformasi teknologi pengolahan ini untuk optimalisasi teknologi, peningakatan kapasitas, efisiensi produksi dan keselamatan serta kesehatan lingkungan.
“Dengan beroperasinya TSL Ausmelt Furnace tentunya dapat meningkatkan efektifitas produksi dengan proses pengolahan yang lebih efisien,” ucapnya. (ril/chu)