PANGKALPINANG, LASPELA – Ketua Pansus Tata Cara Beracara Badan Kehormatan (BK) DPRD Babel, Mansah mengatakan sejatinya untuk pembahasan rencana peraturan daerah (ranperda) terkait Tata Beracara Badan Kehormatan telah memasuki tahap finalisasi.
“Dalam Ranperda tata beracara ini tidak terlalu banyak perubahan karena ini hanya bersifat menyesuaikan dengan Permendagri,” ujarnya, Selasa (18/10/2022).
Ia menyampaikan, dalam ranperda tata cara beracara ini pihaknya ada menambah beberapa pasal yang dimuatkan, yakni yang pertama Pasal 6 ayat 1 tentang BK menjatuhkan sanksi kepada anggota DPRD yang terbukti melanggar kode etik atau peraturan tata tertib (tatib) DPRD berdasarkan hasil penyelidikan, verifikasi dan klarifikasi oleh BK sendiri.
“Menyikapi persoalan ini apakah BK menunggu pelaporan atau langsung mengambil tindakan, karena BK hanya bersifat mengusulkan dan memberikan rekomendasi kepada pimpinan untuk memberikan keputusan, misalnya apakah anggota DPRD bisa dilakukan pemberhentian sementara atau berupa sanksi tertulis, selebihnya kembali ke internal mereka yakni dari partai yang memutuskan,” jelasnya.
Lanjutnya, yang kedua Pasal 8 tentang penanganan pelanggaran dapat dilakukan berdasarkan laporan, kondisi diperkembangan di masyarakat dan temuan.
“Misal pelanggaran yang menjadi temuan BK yang tidak memerlukan laporan adalah pelanggaran atas ketidakhadiran anggota DPRD dalam rapat-rapat yang menjadi kewajibannya,” tandasnya.
Yang ketiga Pasal 9 ayat 1 tentang laporan pengaduan tentang pelanggaran yang mana telah diketahui secara luas oleh masyarakat, misal informasi tersebut telah masuk ke media cetak atau elektronik.
“Untuk laporan pengaduan tentang pelanggaran ini sama dengan Pasal 6 dan pasal 8, dimana BK bisa langsung melakukan pembahasan tanpa menunggu pelaporan. BK hanya sifatnya memberikan rekomendasi kepada pimpinan untuk memberikan keputusan,” tutur Mansah.
Ia menyebutkan, didalam pembahasan Pansus ini menjadi bahan acuan Badan Kehormatan dalam melakukan pembahasan raperda tata cara beracara lebih mengacu kepada peraturan yang lebih tinggi.
“Artinya kita tidak membuat sesuatu yang baru atau mengada-ada karena di khwatirkan akan menjadi persoalan baru di DPRD,” ungkapnya.
Selain itu, ada beberapa masukan dari Biro Hukum eksekutif terkait substansi isi redaksional.
“Karena ada beberapa redaksional yang dinilai Biro Hukum tidak konsisten, misalnya didalam pasal-pasal tersebut ada kata pelapor dan pengaduan. Selain itu ada juga terkait dengan pemberhentian sementara anggota DPRD, dimana mereka mempertanyakan pemberhentian seperti apa,” jelasnya.
“Artinya jika kami melihat peraturan yang lebih tinggi terkait pemberhentian sementara anggota DPRD bisa bersifat pemberian gaji dan tunjangan, misal jika seseorang tersebut ditahan oleh pihak berwajib atau aparat penegak hukum, maka DPRD melalui BK bisa mengusulkan pemberhentian sementara, sedangkan untuk pemberhentian tetap itu lebih ranahnya ke masing-masing partai,” sambungnya.
Ia menambahkan, untuk pansun raperda tentang Tata Cara Beracara ini dianggap sudah final, tapi pihaknya masih menunggu di Kemendagri.
“Kita masih menunggu pendapat dari FKDH di Kemendagri karena masih ada permasalahan terkait pelaporan dan pengaduan yang merupakan usulan dari Biro Hukum tadi,” tutupnya.(chu)