SUNGAILIAT, LASPELA – Aspek Keselamatan masyarakat, kerusakan lingkungan, dan kerugian negara merupakan 3 alasan utama Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung (Kep. Babel), Ridwan Djamaluddin senantiasa menekankan segala aktivitas pertambangan harus memiliki legalitas.
Ia mencontohkan di tanah kelahirannya di Kota Muntok, semasa kecilnya daerah tersebut tidak pernah banjir, namun beberapa tahun terakhir menjadi langganan banjir. Apa penyebabnya? Karena terjadi sedimentasi akibat penambangan ilegal yang dilakukan yang terus menerus mulai dari hulu di Bukit Menumbing hingga hilirnya, dan itu harus segera dihentikan.
“Termasuk keselamatan rakyat yang menjadi tanggung jawab negara yang paling utama, dan telah banyak korban sudah berjatuhan akibat ini. Sehingga ini menjadi jihad profesional saya, karena penambangan harus ada aturannya dan menggunakan teknik yang benar,” terangnya di hadapan para Mahasiswa/i STISIPOL Pahlawan 12 saat memberikan materi dalam acara Leadership Forum Gubernur Talks Series #1, Jumat (30/9).
Belum lagi potensi keuangan negara berupa royalti dan iuran tetap yang ditaksir menguap sekitar 8 miliar setiap tahunnya. Dirinya pun menampik segala tuduhan yang dialamatkan kepadanya bahwa ia tidak memperdulikan rakyatnya.
Bagi segelintir orang yang tidak suka dengan tindakannya yang masif memberantas penambangan ilegal, ditegaskannya bahwa ia melaksanakan tugas sesuai aturan hukum yang berlaku, maka salah alamat jika protes kepada dirinya, karena dirinya bukan pembuat UU.
“Dan kalau ini kita biarkan dengan melanggar aturan, bagi sebagian orang bisa menuntut kelonggaran hal-hal lain, karena segala sesuatu masalah yang besar, berawal dari masalah kecil,” tegasnya.
Dalam acara yang bertema ‘Keberlanjutan Industri Timah Nasional: Problematika dan Harapan’, orang nomor satu di Babel itu menerangkan berbagai masalah dalam industri pertambangan timah di tanah air, selain masih maraknya penambangan ilegal, juga adanya rencana larangan ekspor logam timah pada tahun 2023, belum adanya daya dukung lingkungan, tumpang tindih pemanfaatan ruang, serta tata niaganya.
Maka dirinya berharap, ke depan pertambangan timah terus berkelanjutan dengan penerapan good mining practice, penataan ruang berbasis keilmuan, serta pengusahaan taat norma. Tentunya hal ini tak serta merta bisa dilakukan tanpa strategi yang tepat. Ia menerangkan caranya adalah meningkatkan nilai tambah produk timah, dan harus dimulai dengan industrialisasi yang dalam hal ini hilirisasi di sektor pertambangan dan memanfaatkan kandungan mineral dalam biji timah serta logam tanah jarang.
“Siapa sangka, logam tanah jarang ini digunakan sebagai bahan baku perangkat berteknologi tinggi, seperti kapal antiradar. Logam jenis ini tergolong langka dan di Babel ini potensinya besar,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dengan dianugerahkan kekayaan timah yang melimpah kepada provinsi yang dijuluki Negeri Serumpun Sebalai ini, ia berpesan untuk kepada seluruh elemen untuk senantiasa menjaga cadangannya demi generasi masa depan, karena jika dilakukan secara serampangan dan masif, maka cadangan timah yang diperkirakan hingga 35 tahun ke depan bisa lebih cepat sirna.
“Jangan hanya berpikir jangka pendek dengan hanya memikirkan diri sendiri, tanpa memikirkan anak cucu kita,” tutupnya. (ril/chu)