Kejari Basel Diversi Kasus Pengeroyokan yang Libatkan ABH

* Keluarga Korban Memaafkan

TOBOALI, LASPELA – Seksi Pidana Umum (Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka Selatan (Basel), memberikan diversi perkara pengeroyokan terhadap anak RR pada perkara No Register PDM-34/L.9.15/Eku.2/09/2022 atas nama A, AF, PDR, SA, DBG dan AA yang melanggar Pasal 80 Ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak, Kamis (29/9/2022) lalu di ruang khusus Diversi Kejari Basel.

Pelaksanaan diversi itu dihadiri oleh para anak berhadapan dengan hukum (ABH) dengan orang tua, anak korban dengan orang tua, perwakilan dari Lembaga Balai Permasyarakatan (Bapas) dan Perwakilan Dinas Sosial (Disnsos) Basel.

Kepala Seksi Intelijen Kejari Basel, Michael YP Tampubolon, menyebutkan berdasarkan ketentuan peraturan sistem peradilan anak UU No 11 Tahun 2012 Pasal 7 ayat 1 yang berisikan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi.

Ia mengungkapkan, kasus posisi yakni para ABH merupakan siswa SMP di salah satu sekolah di Toboali melakukan pengeroyokan terhadap RR. Kejadian kekerasan tersebut terjadi pada Kamis (9/6/2022) sekira pukul 09.30 WIB lalu.

“Bahwa didalam perkara tersebut ditemukan fakta, yaitu bahwa para ABH merupakan siswa SMP yang masih memilih perjalanan panjang dan para ABH mengaku telah menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatanya,” kata Michael di Toboali, Jum’at (30/9/2022) kemarin.

“Bahkan, anak korban beserta orang tuanya telah memaafkan para ABH dengan rasa tulus,” ujarnya.

“Bahwa keluarga para ABH dan keluarga korban telah berusaha diversi di tingkat penyidikan (Kepolisian), namun gagal lalu perkara tersebut dilaksanakan tahap 2 dan di tahap penuntutan Jaksa berusaha melakukan diversi,” sambungnya.

Lanjutnya berdasarkan ketentuan didalam Peraturan UU  No 11 Tahun 2012 tentang Sistem peradilan anak, Pasal 7 ayat (1) mengatur system peradilan perkara tindak pidana anak pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan negeri wajib diupayakan diversi.

“Apabila melihat dari ketentutan Peraturan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan anak, pasal 7 ayat (1), maka perkara pengeroyokan terhadap korban anak RR wajib dilakukan diversi dan dapat dilakukan penghentian penuntutan, dikarenakan para ABH dengan korban beserta keluarga telah bersepakat untuk menyelesaikan perkara dengan cara diversi di tingkat penuntutan,” terangnya.

Korban ABH dengan keluarga, lanjut Michael memiliki hati yang sangat besar dengan memaafkan para ABH, sebab mereka masih meiliki harapan dan masa depan yang panjang sehingga telah ada kesepakatan perdamaian antara korban dan para ABH.

Sementara itu, orang tua korban RR menyebutkan telah menerima maaf dari ABH dan orang tua pelaku dengan syarat tidak mengulangi perbuatan kekerasan.

“Kita menerima permintaan maaf dari para pelaku anak dengan syarat para pelaku anak tidak akan mengulanginya lagi,” ujarnya.

Menurut dia, pihaknya merasa kasihan melihat para pelaku anak yang umurnya masih muda, serta mereka masih harus terus sekolah dan masih mempunyai masa depan yang panjang.

“Dengan hati yang sangat besar kami dari korban memilih untuk tidak melanjutkan perkara ke pengadilan dengan cara diversi,” tandasnya. (Pra)