Opini  

Upaya meraih Haji Mabrur (Bagian 4)

Oleh: Marwan Al Ja’fari (Sekretaris DPRD Babel)

YANG kelima Ibadah yang dilakukan oleh Jamaah Haji adalah Tawaf. Tawaf adalah suatu rukun ibadah haji dan umroh yang dilakukan dengan cara mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali. Tawaf dilakukan oleh para jamaah haji di Masjidil Haram.

Tawaf merupakan salah satu ritual yang menandakan kepasrahan dan ketawakalan makhluk terhadap perintah Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Tawaf merupakan simbol tauhid.

Dalam ritual tawaf, manusia dikondisikan untuk lebih mendekatkan diri agar taat kepada Allah. Tidak hanya satu kali, tetapi berulang kali di setiap langkah kakinya.

Di dalam tawaf hal itu dilambangkan dalam gerakan berkeliling hingga tujuh kali. Gerakan berulang ini mengingatkan agar manusia selalu taat kepada Allah tidak hanya sehari dalam seminggu, tetapi tujuh hari dalam seminggu, setiap waktu.

Menarik sekali untuk direnungkan. Jika kita renungkan dalam galaksi bimasakti dan tata surya, bumi dan planet lain bergerak mengelilingi matahari. Contoh secara nyata di alam ini menggambarkan bahwa setiap materi bertawaf mengelilingi sesuatu pusat. Jika dijabarkan lebih jauh setiap makhluk yang ada di jagad raya bertawaf kepada Allah SWT. Sebuah sunatullah yang tidak dapat dipungkiri.

Tawaf dilakukan dengan gerakan berlawanan arah jarum jam, ada apa ini? Jika direnungkan kembali, gerakan ini adalah sunatullah bagi alam semesta. Putaran Tawaf merefleksikan gerakan atom di setiap benda yang berlawanan dengan jarum jam, merefleksikan gerakan rotasi bumi terhadap matahari yang menandai bergulirnya waktu siang malam dan mengantar manusia meniti hari, bulan, dan tahun.

Gerakan planet memutari matahari, perputaran galaksi Bimasakti, perputaran elektron mengelilingi inti atom, sirkulasi jantung ke seluruh tubuh semua terjadi dari arah kanan ke kiri. Maka gerakan tawaf yang menyerupai gerakan materi-materi di muka bumi ini mengajak manusia, umat Islam untuk merenungkan kembali: jika makhluk mati saja patuh untuk berthawaf dan senantiasa bertasbih memuji Sang Maha Pencipta apakah manusia yang berakal pikiran, malah hendak menantang segala kehendak-Nya dan menolak segala ketentuan-Nya??

Yang ke enam kegiatan ibadah yang dilakukan oleh Jamaah Haji adalah Tahallul

Tahallul merupakan rangkaian terakhir dari pelaksanaan haji dan umrah. Tahallul artinya menghalalkan atau memperbolehkan segala hal yang dilarang selama melakukan ibadah umrah atau haji. Tahallul disimbolkan dengan mencukur paling sedikit tiga helai rambut.

Pada tanggal 13 Dzulhijjah, di hari ini biasanya para jamaah haji kita yang sedang melaksanakan haji telah sampai pada ritual terakhir berupa tahallul.

Tahallul adalah rangkaian terakhir pelaksanaan haji atau umrah, yang menandakan bahwa seseorang telah selesai menjalankan semua ritual haji atau umrah. Artinya, tidak ada lagi larangan yang berkaitan dengan ihram baginya.

Menarik, itulah yang terlintas dalam hati saat membaca beberapa tulisan tentang Tahallul di beberapa media. Ternyata ada sebagian orang yang memiliki keyakinan bahwa semua ibadah atau syariat yang ditentukan Allah pasti memiliki hikmah, termasuk tahallul.

Mereka meyakini bahwa di dalam ilmu hikmah (Filsafat Haji), tahallul bukan hanya sekedar memotong rambut, sebagaimana Nabi ajarkan kepada para pengikutnya. Lebih dalam lagi, tahallul itu memiliki falsafah mendalam, yaitu menghilangkan pikiran-pikiran kotor yang ada di dalam otak manusia. Dengan mencukur rambut hingga pelontos, atau mencukur rambut, diharapkan maksiat-maksiat yang bersumber dari kepala (otak) bisa hilang bersama rambut yang dibuang.

Keyakinan di atas menyisakan beberapa pertanyaan. Antara lain, jika benar hikmah Tahallul adalah menghilangkan pikiran kotor, lalu bagaimana dengan kaum wanita yang tidak dianjurkan bercukur? Tentu akan sangat dilematis bagi mereka.

Apakah mereka harus mencukur semua rambutnya demi mendapatkan hikmah tersebut, padahal syariat hanya menganjurkan memotong sedikit saja? Ataukah mengikuti syariat dengan konsekuensi pikiran kotornya masih banyak yang melekat di kepala mereka? Artinya juga, kaum wanita yang melaksanakan haji atau umrah tidak akan pernah mendapatkan hikmah yang optimal dari Tahallul yang mereka lakukan.

Sesungguhnya tidak semua ibadah, baik yang berupa perintah, larangan maupun anjuran memiliki hikmah yang logis. Terkadang ada yang disyariatkan oleh Allah dan bersifat ta’abbudi. Maksudnya, hanya Allah yang mengetahui hikmahnya. Atau istilah sekarang, sudah dari “sono”nya. Sederhananya, ta’abbudi itu untuk menguji tingkat ketundukan hamba terhadap perintah Allah. Maka tidak seharusnya seorang hamba berusaha mencari-cari tujuan ibadah tersebut.

Dalam “Falsafat Al-Hajji fi Al-Islam”, Syekh Hasan Tharad menjelaskan bahwa mencukur atau menggunting sebagian rambut, yang dijalankan setelah pelaksanaan melempar jumrah dan menyembelih kurban, memiliki dua makna:

Pertama; simbol sirnanya noda dosa dan hilangnya noktah salah. Seperti halnya rambut yang hilang dari kepala.

Kedua; simbol kebersihan moral dan hiasan jiwa yang semestinya dilakukan oleh orang yang berhasil melaksanakan ibadah haji, agar kondisi hari ini berbeda antara sebelum dan sesudah haji.

Sementara Syekh Ali Ahmad Al-Jurjawi dalam “Hikmatu Al-Tasyri’ wa Falsafatuhu” menjelaskan bahwa hikmah bercukur (dalam tahallul) adalah sebagai ungkapan untuk berpamitan yang harus dilakukan orang yang berhaji saat akan meninggalkan Baitullah, setelah selesai menunaikan semua manasik haji. Mengingat Baitullah memiliki posisi agung dalam Islam. Di antara etikanya adalah berpamitan dalam keadaan bersih dan rapi.

Logikanya, seorang pembantu saja ketika hendak berpamitan pada tuannya selalu berpamitan dengan pakaian terbaik dan penampilan paling bagus. Lantas bagaimana jika yang dipamitinya adalah Dzat yang maha tinggi derajatnya.

Dari dua referensi di atas tidak satupun yang menjelaskan hikmah tahallul adalah menghilangkan pikiran kotor. Artinya, boleh jadi hikmah menghilangkan pikiran kotor adalah kesimpulan pribadi dari makna yang tersirat dalam salah satu rujukan. Wallahu A’lam

Akhirnya kita berharap semoga orang- orang yang diberikan Allah berupa rezeki yang berkecukupan, merasa bahagia menjadi tamunya Allah karena mendapat kesempatan tinggal landas naik haji. Kita doakan agar mereka bisa pulang ke kampung halaman nya dengan membawa predikat Haji yang mabrur dan Mabruroh, dan bagi kita yang sampai saat ini masih tertinggal di landasan, teruslah berharap dan berdoa mudah- mudahan di waktu yang akan datang tiba saatnya panggilan kepada kita untuk bisa merasakan juga nikmatnya menjadi tamu Allah di Mekkah Al mukarromah… amiiin ya robbbal alamin. (**)