KOBA, LASPELA– DPRD Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) terkait anjloknya harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit khususnya di Kabupaten Bateng bersama Sekda dan perangkat daerah Kabupaten Bateng, serta perwakilan pabrik kelapa sawit (PKS) di Bateng, bertempat di ruang rapat paripurna DPRD Bateng, Rabu (13/7/2022).
Ketua DPRD Kabupaten Bateng, Mehoa mengatakan semua stakeholder sudah berjuang dengan cara dan kapasitas masing-masing untuk meningkatkan harga TBS.
“Semua berjuang dengan cara masing-masing, salah satunya dgn RDP. Kita sesuaikan dengan kondisi kita masing-masing. Kita berharap ada perubahan harga TBS menjadi lebih baik,” kata Mehoa.
Wakil Ketua I DPRD Bateng, Batianus
mengatakan bahwa petani khususnya petani sawit merupakan masyarakat yang tidak pernah meminta bantuan saat pandemi covid-19 melanda Bateng, sehingga menurutnya inilah saatnya untuk memuliakan para petani dengan mengangkat derajat mereka.
“Kehadiran kita hari ini semoga membuka mata kita bahwa ujung tombak perekonomian kita adalah pertanian khususnya sawit. Kita harus berjuang bersama untuk mengembalikan kejayaan sawit,” kata Batianus.
“Jangan biarkan petani kami mati dalam pengharapan. Saat mereka menanam sawit, harapan mereka adalah saat panen tiba mereka dapat meningkatkan kesejahteraan mereka, kalau harganya hancur begini akan banyak yang menjual kebunnya,” katanya.
Ia menyebut bahwa masyarakat saat ini meminta kejelasan tentang penyebab anjloknya harga TBS, dimana terjadi selisih harga beli TBS di tingkat PKS di Bateng dengan kabupaten lain di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
“Harga beli TBS kita lebih rendah, ini perlu dijelaskan. Penentuan harga ini saya duga saling telepon. Tolong jangan manfaatkan situasi ini untuk profit perusahaan, petani kita saat ini sudah menderita, kasihan mereka,” katanya.
Ia berharap perusahaan dapat memberikan bantuan kepada para petani sawit dalam bentuk kecambah yang bisa dibayar para petani dengan cara kredit. Menurutnya hal tersebut bisa saja dilakukan PKS jika melihat pemerintah saja yang anggarannya sangat terbatas mampu memberikan bantuan kecambah kepada petani. Dan dikatakannya, TBS yang dihasilkan petani juga pada akhirnya akan dijual ke PKS.
Ia mengatakan bahwa ada beberapa tuntutan yang akan disampaikan kepada pemerintah pusat, diantaranya adalah turunkan harga pupuk, cabut pajak ekspor dan pungutan ekspor, meminta pemerintah pusat menyiapkan armada angkut untuk mendukung kegiatan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
“Kita akan suarakan tuntutan kita ini ke pemerintah pusat,” kata Batianus.
Perwakilan PT. Bangka Agro Mandiri, Yuli Hartono mengatakan ada beberapa hal yang menyebabkan harga beli TBS di tingkat PKS merosot tajam, diantaranya adalah persoalan manajemen tangki, dan tidak tersedianya kapal untuk mengangkut CPO sehingga terjadinya penumpukan CPO di tangki-tangki PKS.
Ia mengungkapkan bahwa ada 19 PKS di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, dan ada 6 PKS di Kabupaten Bateng, dimana 1 PKS memiliki kebun sendiri, dan 5 PKS 80/20 atau menyerap 80% TBS masyarakat dan 20% TBS kebun inti.
“Kita sudah menghubungi penyedia kapal untuk angkut CPO yaitu Indonesian National Shipowner’s Association (INSA), tetapi belum bisa menyediakan kebutuhan kapal tersebut. Ini merupakan masalah nasional, kalau manajemen pengosongan tangki berjalan dan tangki kosong, itu pasti akan merubah harga beli TBS menjadi lebih baik,” kata Yuli.
Perwakilan CV. Mutiara Alam Lestari, Anton mengungkapkan bahwa tangki penampungan CPO yang mereka miliki hanya mampu menampung CPO untuk dua hari kedepan saja.
“Kapasitas penyimpanan kita hanya tinggal 2 hari, kita usahakan jual cepat barang kita. Kalau tangki kita penuh dan tidak bisa jual, maka kita tidak bisa menyerap TBS masyarakat. Kita di Bangka ini jual CPO ke pasar lokal, jadi konsern kita bagaimana caranya kita bisa cepat jual CPO kita,” kata Anton.
Perwakilan PT. Putra Bangka Tani, Yopi mengatakan permasalahan yang dihadapai adalah pengangkutan CPO.
Ia mengaku bahwa kebun inti mereka juga menjual ke pabrik dengan harga yang sama dengan petani pada umumnya.
“Semua PKS di Bateng itu 80% menyerap buah petani, tidak mungkin kami menghianati petani kami. Ini keprihatinan kita bersama. Kita mencoba semaksimal mungkin agar tangki kosong,” kata Yopi.
Sekretaris Daerah Bateng, Sugianto mengatakan bahwa Pemkab Bateng sudah melakukan berbagai upaya sejak keputusan stop ekspor diputuskan oleh pemerintah. Ia mengatakan bahwa Bupati Bateng, Algafry Rahman tetap melakukan upaya-upaya untuk menaikkan harga TBS.
“Pemkab Bateng sudah melakukan upaya sejak keputusan pemerintah pusat, puncaknya bupati mengunjungi kemendag RI, dan akhir pekan ini bupati kita akan bertemu presiden untuk menyampaikan permasalahan sawit di daerah,” kata Sugianto.
Anggota DPRD Kabupaten Bateng dari Partai Demokrat, Maryam mengatakan bahwa ada 7.122 keluarga di Kabupaten Bateng menggantungkan hidupnya dari sektor kelapa sawit, untuk itu ia mengajak pihak-pihak terkait menyampaikan masukan untuk disuarakan kenpemerintah pusat.
“Apa yang bisa kita lakukan saat ini adalah bersuara lantang ke pusat. Langkah apa yang bisa kita ambil. Kita berhak marah karena masyarakat jadi korbannya,” kata Maryam.
Anggota DPRD Kabupaten Bateng dari Partai Gerindra, Pahlevi Syahrun mengatakan harus ada keterbukaan dalam menyampaikan pendapat tentang apa yang sebenarnya terjadi sehingga menyebabkan harga TBS sangat rendah.
Ia berpendapat perbedaan harga yang sangat jauh antara PKS khususnya di Bateng yang dihargai Rp. 860-890/ kg dengan Malaysia yang sudah diatas Rp. 3000/ kg jangan menjadi peluang yang kemudian diambil para petani sawit untuk menjual TBSnya ke Malaysia karena akan sangat merugikan perekonomian Indonesia.
“Jangan sampai karena harga TBS di Malaysia yang bagus saat ini membuat masyarakat berbondong-bondong menjual TBS ke Malaysia, kalau PKS sudah tidak ada pasokan TBS lagi, yang rugi adalah pengusaha juga. Kita tahu bagaimana hal itu terjadi seperti halnya dulu timah ilegal,” kata Pahlevi.(Jon)
Leave a Reply