PANGKALPINANG, LASPELA– Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya mengaku prihatin terhadap keputusan Pemerintah Pusat untuk menghapus tenaga honorer di tahun 2023 mendatang.
Keputusan pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang menghapus tenaga honorer dinilai PDIP Babel kuranglah tepat dilakukan saat ini.
“Kebijakan penghapusan tenaga honorer ini akan berpotensi menciptakan pengangguran dan berimbas pada melemahnya ekonomi masyarakat atau daya beli masyarakat. Jadi ini kami nilai kebijakan ini kurang tepat dan kami minta ini ditinjau ulang,” ujar Didit kepada Laspela.com, Selasa (7/6/2022) malam.
Lebih lanjut kata mantan ketua DPRD Bangka Belitung ini, kalau kebijakan itu diberlakukan khususnya di Provinsi Bangka Belitung yang memiliki honorer diangka 25 ribu honorer maka akan menimbulkan masalah besar terlebih pada sektor ekonomi yakni daya beli masyarakat yang sangat menurun, terlebih saat ini pemerintah belum mampu menyiapkan peluang-peluang kerja secara kontinyu.
Oleh karena itu, menurut politisi besutan Megawati ini kebijakan penghapusan tenaga honorer perlu ditinjau ulang. Dia menyarankan kalau untuk mengurangi tenaga honorer cukuplah dengan kebijakan pemerintah daerah masing-masing baik melalui Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten maupun Pemerintah Kota.
“Kita menghargai kalau untuk pengurangan honorer ya boleh lah bagi yang tidak menunjukkan kinerja baik. Namun kita juga tidak mau nantinya tercipta pula pengangguran-pengangguran baru atas pemberlakuan kebijakan ini,” sebut Didit.
Didit menyampaikan secara khusus nantinya permintaan untuk mengevaluasi kembali keputusan Kemenpan RB dalam penghapusan tenaga honorer akan disampaikannya dalam rapat kerja nasional (rakernas) PDIP dalam waktu dekat.
“Permintaan untuk meninjau ulang kebijakan ini akan saya sampaikan khusus ke DPP dalam Rakernas waktu dekat ini,” ujarnya.
Selain itu, Didit juga meminta para elit partai politik lainnya dapat menyikapi dan mengevaluasi kebijakan penghapusan tenaga honorer agar kedepan dapat memberikan kepastian kepada tenaga honorer dan tidak menciptakan persoalan besar dalam masalah ekonomi masyarakat.
Diberitakan, Pemerintah melalui Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Tjahjo Kumolo resmi menghapus tenaga honorer pada 2023.
Hal itu tertuang dalam Surat Menteri PAN-RB perihal Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah nomor B/165/M.SM.02.03/2022 yang diterbitkan 31 Mei 2022.
“Menghapuskan jenis kepegawaian selain PNS dan PPPK di lingkungan instansi masing-masing dan tidak melakukan perekrutan pegawai non-ASN,” bunyi poin 6 huruf b dalam surat tersebut.
Surat itu juga meminta agar para Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di instansi masing-masing. Bagi yang memenuhi syarat, maka dapat diikutsertakan/diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK.
Selain itu, surat itu juga mengatur PPK bisa merekrut tenaga alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bila membutuhkan tenaga lain seperti pengemudi, tenaga kebersihan dan satuan pengamanan.
“Tenaga alihdaya (outsourcing) tersebut bukan merupakan tenaga honorer pada instansi yang bersangkutan,” bunyi surat tersebut.
Selain itu, Menpan-RB juga meminta PPK menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi calon PNS maupun calon PPPK. Batas waktu itu diberikan sebelum tanggal 28 November 2023.
Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian yang tetap merekrut tenaga honorer, maka akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Dan dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal Pemerintah,” bunyi surat tersebut.
Surat Menpan-RB ini dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Aturan itu menyebutkan bahwa Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK.
Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja pada Pasal 96, ayat (1) mengatur PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non PPPK untuk mengisi jabatan ASN.
Sementara ayat (3) pasal yang sama mengatur PPK dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang undangan.(rel)