Sudah Sepantasnya Dijerat Hukuman Maksimal!

Oleh: Alvira Cika Topani
Mahasiswi Fakultas Hukum/Universitas Bangka Belitung

 

PELECEHAN seksual merupakan tindakan atau perilaku seseorang di mana dilakukan sepihak atau bukan keinginan dari kedua belah pihak. Pelecehan seksual ini termasuk dalam salah satu tindak kejahatan terhadap martabat kemanusiaan atas tubuh.

Pelecehan ini lebih sering menjadikan perempuan sebagai korban, walaupun tak jarang didapati laki-laki juga menjadi korban kejahatan seksual. Lantas bagaimana jika korbannya adalah anak-anak?

Pelecehan atau kejahatan seksual anak berdasarkan hukum adalah tindak kejahatan, yang mana orang dewasa terlibat dalam aktivitas seksual dengan anak di bawah umur, atau dikatakan mengekspolitasi anak di bawah umur untuk sebuah kepuasan seksualnya.

Perbuatan ini merupakan tindakan yang sangat tidak bermoral, karena melibatkan anak-anak di bawah umur untuk aktivitas seksual yang belum sepatutnya mereka ketahui, bahkan dilakukan. Pelecehan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan di mana saja, baik di dunia nyata maupun dunia maya.

Pelaku pelecehan seksual bisa dilakukan oleh siapa saja, baik orang yang tidak dikenal atau bahkan orang terdekat korban sekalipun. Terkadang tidak hanya melakukan pelecehan saja, pelaku juga melakukan kekerasan terhadap korban seperti memukul, bahkan tindakannya bisa mengarah ke pembunuhan.

Banyaknya kasus pelecehan seksual tidak memandang gender maupun umur, karena anak di bawah umur juga banyak menjadi korban oleh pelaku yang tidak bermoral. Pelecehan terhadap anak-anak adalah salah satu kasus yang sensitif dan menjijikan, di mana seharusnya pada masa itu anak-anak yang sedang dalam masa perkembangan, justru mengalami hal yang tidak wajar.

Semakin sering pelecehan yang diterima, maka trauma yang timbul juga akan semakin besar dan terkadang membutuhkan pemulihan dalam jangka panjang. Untuk mencegah hal-hal mengerikan terjadi pada anak, keluarga, terutama orang tua harus berperan aktif dalam mengawasi dan mendidik anak. Anak harus diajarkan batasan-batasan mengenai dirinya. Pemerintah juga memiliki peran untuk melindungi hak-hak anak, dan berkewajiban menghukum pelaku dengan hukuman maksimal.

Pelecehan atau kekerasan seksual pada anak dapat menimbulkan dampak yang sangat berat bagi anak maupun keluarga korban. Sudah sepantasnya pelaku diberikan sanksi semaksimal mungkin, bahkan hukuman mati bagi pelaku.

Perlu adanya tindakan hukum yang pantas buat pelaku yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Kekerasan pada anak merupakan pelanggaran moral dan hukum yang telah dijelaskan dalam Undang-undang Pasal 76E Nomor 35 Tahun 2014 tentang Larangan Kejahatan Seksual Berupa Perbuatan Cabul Terhadap Anak.

Dalam pasal ini dikatakan : “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.

Permasalahan ini selalu menjadi perbincangan di kalangan masyarakat luas. Meskipun sudah menjadi permasalahan yang umum, tapi tampaknya belum ada hukum yang kuat untuk melindungi para korban pelecehan seksual. Apalagi, masyarakat sudah seringkali menemui kasus pelecehan seksual yang penyelesaiannya tidak memuaskan bagi para korban dan keluarganya.

Seperti dalam beberapa kasus di mana pelaku masih dapat terbebas dari jerat hukum, hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan tentang hukum bagi para pelaku pelecehan seksual di Indonesia. Seharusnya, hukum ini memberikan ruang yang aman bagi para korban pelecehan seksual.

Banyak dampak yang terjadi bagi korban pelecehan seksual ini, seperti dapat merusak fisik serta mental anak sebagai korban. Pelaku kejahatan juga dapat dijerat pasal yang berlapis. Berikut ini ketentuan hukum yang dapat menjerat pelaku pelecehan seksual melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pada dasarnya pelaku yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak yang belum berumur 15 tahun dapat dijerat dengan Pasal 287 KUHP yang menyatakan :

“Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umum belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun”.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 jo Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 76D Undang-Undang 35 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa:

“Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak (seseorang yang usianya di bawah 18 tahun) melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain”.

Sanksinya terdapat pada Pasal 81 No. 17/2016 yang menyatakan bahwa:
“Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)“.

Ketentuan pidana tersebut berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipuan, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya, ataupun dengan orang lain. Apabila perbuatan tersebut dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga).

Penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud.

Dalam hal tindak pidana tersebut menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, serta mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular seksual, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, bahkan membuat korban meninggal dunia, pelaku dapat dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling sedikit 10 tahun dan paling lama 20 tahun.

Pelaku juga dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, dan dapat dikenai tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.

Dari maraknya kasus pelecehan seksual ini, kita bisa melihat betapa pentingnya peran orang tua dalam memberikan tempat pengajaran yang baik untuk anaknya. Di mana orangtua harus selalu memperhatikan lingkungan anak di luar maupun di lingkungan rumah, karena perbuatan ini bisa terjadi di mana saja.

Kekerasan seksual terhadap anak ini adalah tanggung jawab kita bersama. Apabila ada sesuatu yang mencurigakan, segera ambil tindakan atau melakukan tindakan melapor ke petugas yang berwajib. satu hal yang paling penting adalah kita tidak boleh mengucilkan korban, maupun keluarga korban dan harus selalu mendukung keamanan untuk bersama.