Empat Penikmat Jasa ABG Ditahan Polres Babar

MUNTOK, LASPELA — Sebanyak empat orang berusia 44 tahun, 46 tahun, 47 tahun dan 40 tahun ditahan oleh Satreskrim Polres Bangka Barat (Babar). Pasalnya, keempat orang tersebut dilaporkan atas dugaan persetubuhan anak di bawah umur.

Kasat Reskrim Polres Bangka Barat AKP Robby Setiadi Purba, membenarkan kejadian tersebut. Ia mengatakan, saat ini pihaknya sedang mendalami kasus tersebut.

“Kami memang sedang menangani dugaan persetubuhan anak di bawah umur. Korban umur 16 tahun, pelapor adalah ayah korban 42 tahun. Dari laporan ini kita sedang menangani 4 orang yang dilaporkan,” ungkapnya, Senin (31/1/22).

Diketahui, kasus tersebut dilaporkan di Polsek Kelapa, sedangkan modus sampai terjadinya persetubuhan anak di bawah umur itu berawal dari sang Anak Baru Gede (ABG) menawarkan jasa kepada pelanggan, dengan bayaran dimulai dari Rp500 ribu hingga Rp1 Juta.

“Laporan awal perkara ini ditangani oleh Polsek Kelapa. Namun, karena ini kasus menonjol dan saat ini ditangani oleh unit perlindungan perempuan dan anak, maka perkara ini dilimpahkan ke Satreskrim Polres Bangka Barat,” jelasnya.

Robby menyampaikan, saat ini pihaknya sedang melakukan pengembangan terkait kasus tersebut, berkenaan kemungkinan adanya pelaku lain, mengingat ABG tersebut sudah mejajakan jasa sejak tahun 2020 lalu.

“Udah lama. Ada yang 2020 dan 2021. Sudah berulang kali, ini yang perlu menjadi perhatian modus operandi yang dilakukan. Jadi ini tidak melakukan hubungan badan dengan serta merta, tapi ada bujuk rayu berupa sejumlah uang dan barang,” ujarnya.

Untuk tersangka dikenakan Pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana telah diubah dan ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah, pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016. Kedua, atas Undang-Undang 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman paling singkat 5 tahun, dan paling lama 15 tahun, dengan denda paling banyak Rp5 milyar. (Oka)