PANGKALPINANG, LASPELA – Saryono (48) tersenyum saat melihat kedatangan kaki buatan yang dibawa tim CSR PT Timah Tbk di Workshop Pangkal Pewter, Senin (3/1/2022).
Mengenakan celana panjang berwarna hitam, membuat dirinya tampak seperti orang pada umumnya tak seperti penyandang disabilitas. Namun dibalik celana itu, kaki kanannya ternyata tak sempurna setelah diamputasi akibat kecelakaan pada tahun 1993 silam.
Selama ini, dirinya beraktivitas dibantu dengan kaki buatan, namun kaki buatan yang dimilikinya saat ini sudah rusak dan mulai menyulitkannya untuk beraktivitas. Karena keterbatasan ekonomi, tak ayal membuat dirinya harus bertahan dengan kaki buatan yang dimilikinya.
“Sudah ada kaki palsunya, ini sudah rusak makanya saya ikat dengan karet agar bisa tetap beraktivitas,” katanya sambil menunjukkan kaki buatannya yang sudah rusak pada beberapa bagian.
Kaki buatan yang dimilikinya ini sebelumnya diberikan oleh salah satu yayasan di Jakarta, sebagai bantuan untuk penyandang disabilitas. Namun, sayangnya tak bisa bertahan lama.
“Alhamdullillah hari ini saya dapat kaki palsu dari PT Timah Tbk lagi, ini kaki palsu yang keempat saya. Pertama kaki palsu saya tahun 1994 dibantu dinas sosial, lalu pernah dibantu PT Timah Tbk juga itu bertahan lama sampai tujuh tahun, setelah itu bantuan dari klinik di Jakarta dan ini yang dibantu PT Timah Tbk lagi,” ceritanya di sela-sela aktivitasnya sebagai perajin pewter di Pangkal Pewter.
Meski mengenakan kaki buatan bapak tiga anak ini tetap produktif, dirinya bisa membuat berbagai bentuk kerajinan pewter. Ia bahkan telah menjadi perajin pewter sejak tahun 1994 silam. Baginya, dengan kondisi fisik yang tak sempurna dirinya masih memiliki keahlian dan masih bisa mandiri secara ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Saryono menceritakan, keahliannya dalam membuat kerajinan berbahan dasar timah ini juga diperoleh dari PT Timah Tbk. Ia teringat, pasca kecelakaan yang menimpanya dan membuat sang ayah menginggal, membuat Ia cukup depresi. Saat itu dirinya sudah dua kali menjalani operasi, hanya saja kakinya tetap tak bisa.
“Saya waktu itu depresi lah, kaki enggak sempurna lagi. Mau bagaimana lagi bekerja, ayah saya meninggal dan kami lima saudara. Akhirnya pada saat ada pengobatan gratis dari PT Timah Tbk saya ditawarin Ibu Erry Riana waktu itu istrinya Pak Dirut Timah, katanya saya masih muda bagaimana ikut pelatihan saja agar punya keahlian,” ceritanya.
Tak pikir panjang dirinya mengambil tawaran itu, tak mudah memang karena dirinya masih menggunakan tongkat, bahkan hampir saja menyerah. Tapi dengan dukungan IIKT membuat ia meneruskan pelatihan dan hingga saat ini dirinya masih berprofesi menjadi perajin pewter. Dari menjadi perajin pewter Ia bisa menghidupi keluarganya.
“Sampai sekarang saya menjadi perajin, karena dengan kondisi fisik seperti ini saya tidak bisa seperti orang normal pada umumnya. Jadi perajin pewter saya lebih banyak duduk, tapi ada juga yang aktivitas berdiri, tapi semua bisa dilakukan meski kondisi fisik enggak sempurna,” ujarnya.
“Terimakasih kepada PT Timah Tbk sudah banya membantu saya, apalagi dengan bantuan kaki palsu ini memang sangat saya butuhkan,” tutupnya.rill/(wa)