Berbeda dengan yang disampikan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Bangka Belitung, menurut narasumber yang mengikuti FGD ini, pihak DLH berdasarkan tupoksi adalah bagaimana menginventaris masyarakat hukum adat kemudian mengindentifikasinya di daerah yang berpotensi dijadikan masyarakat hukum adat. Sejauh ini kata dia hanya dilakukan sosialisasi saja atau melalui tahapan pengusulan, kemudian pengajuan lalu dilakukan validasi.
“Dengan adanya penelitian tentang kearifan lokal ini diharapkan dapat berkolaborasi dalam mewujudkan indeks kualitasi lingkungan hidup terkait dengan air, hutan dan lain-lain dimana dengan adanya masyarakat adat dapat menjaga atau minimal mempertahankan agar tidak terdegradasi,” tuturnya.
Selain diikuti peneliti, kegiatan FGD ini pula dihadiri Dinas Lingkungan Hidup Prov. Babel, Ahli Budaya Prov. Babel, Akademisi FH UBB, Akademisi UT, Perwakilan Masyarakat dan Beberapa perwakilan dari mahasiswa UBB dan UT.
Narasumber kunci FGD, Akhmad Elvian menjelaskan bahwa Hukum adat didasarkan pada asas teritorial. Basis kebudayaan Bangka Belitung dibagi menjadi 2 (dua) yaitu wilayah tempat tinggal Jasmani yang terdiri dari darat, pulau dan laut yang menjadi pendukung nya adalah orang-orang darat, laut, pendatang, melayu, china dan orang sekak yang tinggal di Lepar. Yang kedua adalah Lingkungan hidup rohani dimana disitulah masyarakat melakukan ritual-ritual adat yang sifatnya sakral. Batas rohani disebut juga rid. Misalnya riding panjang, hutan rid dll.
Leave a Reply