PANGKALPINANG, LASPELA – Mendapat banyak keluhan dan pengaduan dari para orang tua terkait sistem pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2021, karena dinilai masih dirasa tidak efektif dan tidak mengakomodir seluruh masyarakat, maka DPRD Bangka Belitung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dinas Pendidikan Provinsi Bangka Belitung secara tertutup di Ruang Badan Musyawarah DPRD Babel, Kamis (16/9/2021).
Ketua DPRD Babel, Herman Suhadi mengatakan tujuan dilaksanakan RDP ini berawal dari kepedulian anggota DPRD atas pengaduan dan keluhan masyarakat khususnya orang tua, ini selalu terjadi ketika PPDB setiap tahunnya.
“Maka itu, kami pelajari langsung dengan turun ke lapangan, di beberapa daerah kabupaten seperti Bangka dan Kota Pangkalpinang banyak keluhan, tapi untuk di Belitung tidak sekrusial di Bangka, karena disana sekolah swastanya masik gemuk atau lancar,” kata Herman.
Lanjut Herman, saat ini pihaknya lebih banyak menerima keluhan dan pengaduan terkait PPDB ini dari Pangkalpinang dan Bangka Induk.
“Tdak terakomodirnya keinginan orangtua untuk menyekolahkan anak di sekolah negeri menjadi perhatian khusus bagi para legislator,” ujarnya.
“Untuk itu, dengan dilaksanakanya RDP ini kita bersama-sama mencari solusi, sehingga nantinya DPRD Babel akan membuat rekomendasi ke Kemendikbud untuk mengkaji ulang sistem RDP ini,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan Babel, M Soleh menilai rapat dengar pendapat baik untuk digelar sebagai upaya menyelesaikan permasalahan dalam memperoleh solusi.
“Ini sangat baik dalam rangka mencari solusi kedepan terkait permasalahan PPDB ini, mengingat adanya keluhan atau pengaduan masyarakat khususnya para orangtua ke DPRD Babel,” kata Soleh.
Ia mengatakan, pelaksanaan PPDB bukan berlaku parsial tetapi nasional, mengacu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) dan surat keputusan bersama (SKB) dua menteri, sedangkan Peraturan Gubernur (Pergub) mengacu pada edaran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud).
“PPDB ini dilakukan secara nasional, kita ikut aturan Kemendikbud,” jelasnya.
Diakui Soleh, sistem zonasi memang kerap dikeluhkan, sistem ini yang ditetapkan berdasarkan letak sekolah dengan peserta didik, itu pun harus ditunjukan oleh KK sudah menetap satu tahun sebelum penerapan PPDB ini.
“Permasalahan setiap orangtua tentu menginginkan anaknya bersekolah di sekolah negeri. Padahal itu tidak bisa menampung semua anak tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Paket B,” ungkapnya.
“Ditambah lagi permasalahan muncul karena ada yang tidak terima, padahal kalau berdasarkan jumlah siswa yang keluar dengan kuota yang disediakan baik sekolah negeri atau swasta itu jumlah kuota lebih, tapi orangtua ini ingin anaknya sekolah negeri,” tutup Soleh.(wa)