PANGKALPINANG, LASPELA – Sebagai tindak lanjut dari aspirasi yang disampaikan masyarakat beberapa waktu lalu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Pemprov Babel) lakukan koordinasi untuk mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi oleh masyarakat Desa Labuh Air Pandan, Mendo Barat guna kepentingan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Wakil Gubernur Abdul Fatah, mengundang Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Sudarman, Kepala Dinas Kehutanan Marwan, dan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Dasminto agar koordinasi dapat dilakukan secara langsung.
Persoalan pertama yang disampaikan mengenai pembangunan jaringan internet di Desa Labuh. Diketahui bahwa Desa Labuh masih menjadi area blank spot yang tidak mendapatkan akses jaringan. Menanggapi hal tersebut, diskominfo telah melakukan pengecekan ulang. Pada langkah selanjutnya, Wagub Abdul Fatah segera memerintahkan diskominfo bersurat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.
“Benar adanya, bahwa Desa Labuh menjadi daerah blank spot. Karenanya, diskominfo akan memberikan hasil analisis dan telaah kepada kemenkominfo. Selanjutnya dari hasil kajian tersebut kami harap akan mendapatkan tindak lanjut,” ujar Abdul Fatah.
Selain permasalahan jaringan internet, pada pertemuan ini membahas lahan hutan mangrove seluas 2000 hektar di wilayah tersebut yang diinginkan masyarakat agar dimanfaatkan dan dijaga oleh mereka. Menanggapinya, Kepala Dinas Kehutanan, Marwan menjelaskan areal tersebut sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai TORA (Tanah Objek Rerforma Agraria).
Abdul Fatah menjelaskan, persoalan ini akan lebih mudah ditangani. Pasalnya apabila sudah ditetapkan sebagai TORA, maka areal tersebut menjadi APL (Areal Penggunaan Lain) yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk meningkatkan perekonomian.
“Dengan menjadi APL, maka lahan dapat didayagunakan untuk kepentingan membangun pertumbuhan ekonomi masyarakat,” terangnya.
Selain itu, mengingat mata pencaharian masyarakat Desa Labuh adalah nelayan, mereka pun meminta agar dapat dibuat tambat labuh bagi perahu. Masyarakat mengeluhkan daerah perairan yang sudah semakin dangkal, sehingga para nelayan pun semakin kesulitan untuk menambatkan perahu.
Untuk tambat labuh tersebut dibutuhkan sebuah trestle berupa jalan/akses dari dermaga menuju darat. Trestle ini digunakan di pelabuhan perairan dangkal di garis pantai, untuk mencapai ke dalaman perairan tertentu sepanjang 700 meter.
“Untuk proses realisasi pembangunan trestle, kami minta untuk dibangun bersama-sama dengan dana desa. Selain itu, kami juga menyurati kementerian perikanan. Mudah-mudahan dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan Dana Alokasi Khusus Kementerian Perikanan,” tutupnya.(wa)