Oleh: Nopranda Putra
TOBOALI, LASPELA – Index pembangunan manusia (IPM) Bangka Selatan saat ini hanya berkutat di persentase 66,54 persen, terendah dibandingkan seluruh kabupaten /kota yang ada di kepulauan Bangka Belitung (Babel). Sedangkan untuk Babel di angka 71,3 persen.
Politisi PKS Bangka Selatan ini mengatakan angka rata-rata lama sekolah (RLS) Bangka Selatan 6,42 persen terendah se provinsi Bangka Belitung. Artinya jika dirata-rata seluruh masyarkat Bangka Selatan baru tamat kelas 1 SMP. Karena 6 tahun SD sisanya 0,4 di kelas 1 SMP.
“Ini sudah bisa diasumsikan bagaimana kualitas SDM Bangka Selatan sekarang. Dan ini yang seharusnya menjadi isu startegis pembangunan kedepan, karena yang menjadi indikator sejahtera setidaknya suatu daerah dilihat dari IPM, dimana IPM ini ditentukan oleh 3 faktor yakni Index Pendidikan, Index Kesehatan dan Index Ekonomi atau daya beli,” kata Wakil Ketua Fraksi Keadilan Sejahtera Kebangkitan Bangsa (KSKB) DPRD Bangka Selatan, Samsir, Sabtu (20/2).
Dijelaskan dia, untuk solusi meningkatkan rata-rata lama sekolah (RLS) ada dua poin yang harus diperhatikan dan direalisasikan, yakni masih banyak masyarakat yang tidak tamat SD, SMP dan SMA, solusinya Pemkab harus menjadikan program pendidikan informal untuk membuat kelompok belajar kejar paket A, B dan C. Tapi dengan terlebih dulu melakukan mitigasi mana daerah yang masih tidak bisa baca.
“Kedua, masih tingginya angka putus sekolah di tingkat SMP dan SMA karena pernikahan dini karena akibat pergaulan Bebas dan ini harus dibuatkan program yang bersifat integreted (gotong royong) bukan hanya tanggung jawab dinas pendidikan saja, tapi kantor kementerian agama, pemdes, dan masyarakat dan orang tua. Akibat dari nikah dini malah menimbulkan anak yang stunting,” jelasnya.
Untuk itu, ia berharap program ini menjadi prioritas Pemkab Bangka Selatan kedepannya, bukan pemberian baju sekolah gratisnya yang akan jadi prioritas. Bahkan tidak ada dan sedikit pengaruhnya terhadap rata-rata lama sekolah.
“Dengan jumlah siswa SD dan SMP kurang lebih 37.000 siswa dengan total biaya pengadaan sepatu,celana, baju, dasi dan topi 350 ribu saja setahun, artinya perlu dana Rp 12.950.000.000 pertahun dan jika dalam 5 tahun perlu alokasi dana sekitar Rp 64.750.000.000. Ini pemborosan, habis uang banyak, esensi masalah yang sebenarnya tidak tercapai, indeks pendidikan tetap tidak naik,” tukasnya.
Menurut dia, hal ini menjadi pemikiran bersama dalam meyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang merupakan penjabaran dari visi dan misi serta janji Bupati terpilih, Riza Herdavid dan Debby Vita Dewi.
“Kita belum tahu format seperti apa bantuan baju sekolah, apa yang tidak mampu atau siswa baru, kalau semua yang harus dikasih, kegiatan ini tidak akan berimbas pada peningkatan IPM Basel, karena permasalahannya adalah rendah nya angka rata – rata lama sekolah. Dengan uang pertahun sebesar itu tidak menjawab persoalan yang ada, tapi ini tergantung bagaimana dalam penyusunan RPJMD nanti, masalahnya janji politik,” sebut Samsir.
Tak hanya itu, lanjut dia di tahun 2021 harus dipotong lagi untuk recofusing 8 persen serta penurunan Dana Alokasi Umum sesuai PMK no 17 tahun 2021 sebesar 13 Milliar.
“Dengan APBD tahun 2021 saja turun, dari Rp 980 miliar turun menjadi Rp 780 miliar dengan struktur APBD 70 persen : 30 persen. Ini tantangan dalam mengolah dan membaginya dimana 70 persen untuk belanja pegawai dan 30 persen untuk belanja modal meliputi 20 persen pendidikan, 10 persen desa dan 10 persen kesehatan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta semua elemen masyarakat untuk mencari solusi bersama-sama memecahkan permasalahan ini. “Kita harus berpikir bersama bagaimana membuat kebijakan yang bisa memberikan solusi atas permasalahan ini,” pungkasnya. (Pra)