Perlunya Peran Aktif Pemuda Dalam Pilkada


Opini

Oleh : Falih Nasrullah S.Pi


TOBOALI, LASPELA – Sebagai salah satu negara penganut paham demokrasi, perkembangan kehidupan demokrasi di Indonesia menarik untuk kita pahami. Pasca reformasi 1998, kehidupan masyarakat mengalami berbagai perubahan yang bertumpu pada pergeseran pola kehidupan politik yang semula otoritarian menjadi lebih demokratis. Salah satu kunci kehidupan demokratis adalah adanya pilkada baik ditingkat pusat maupun lokal.

Pilkada merupakan salah satu kunci untuk memilih pemimpin, yang idealnya berorientasi pada masalah kesejahteraan masyarakat. Peran pemuda akan menjadi catatan penting dalam keterlibatan penyelenggaraan Pilkada, momentum Pilkada menjadi ajang nyata untuk pemuda dalam menampilkan peranan mereka secara langsung.

Moment ini bisa dimanfaatkan pemuda untuk bisa terlibat nyata dalam membangkitkan gairah Pilkada di tengah pandemi corona, jangan sampai Pilkada tahun 2020 menjadi ajang untuk mencari keuntungan semata atau pun apatis. Melihat hal tersebut, penyelenggaraan Pilkada menjadi keharusan pemuda dalam berperan aktif untuk mempertahankan kemurnian demokrasi.
Terkait penyelenggaraan Pilkada di daerah, masih sebatas penyelenggaran ritual lima tahunan belaka, dalam pemilihan kepala daerah.

Hal ini dibuktikan banyaknya kekacauan yang terjadi mulai dari kesemrawutan menjelang Pemilu, proses pemungutan suara yang seringkali menimbulkan polemik antara pihak-pihak yang berkompetisi, hingga masalah (money politic) yang belum juga menemukan titik terang penyelesaiaannya.

Bahkan, dalam kaitannya pemilihan umum di tingkat daerah, sistem dirubah menjadi Pilkada serentak dengan tujuan untuk meminimalisir dampak-dampak negatif dari pilkada. Hal ini mengindikasikan bahwa pemilihan umum di negeri ini masih penuh masalah.

Pilkada belum menyentuh pada keinginan bahwa hal tersebut wadah yang begitu penting untuk meregenerasi tampuk kepemimpinan agar tercipta kondisi negara yang kondusif. Jika hal ini terus menerus dibiarkan tentu akan menyebabkan angka partisipasi politik menjadi turun. Padahal jika diamati secara lebih dalam, partisipasi politik merupakan konsep vital dalam demokrasi.

Partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat terhadap jalannya suatu pemerintahan. Dalam suatu Pilkada misalnya partisipasi politik berpengaruh terhadap legitimasi masyarakat kepada pasangan calon yang terpilih. Setiap masyarakat memiliki preferensi dan kepentingan masing-masing untuk menentukan pilihan mereka dalam pilkada.

Bisa dikatakan bahwa masa depan pejabat publik yang terpilih dalam suatu Pilkada tergantung pada preferensi masyarakat sebagai pemilih. Tidak hanya itu, partisipasi politik masyarakat dalam Pilkada dapat dipandang sebagai kontrol masyarakat terhadap suatu pemerintahan. Kontrol yang diberikan beragam tergantung dengan tingkat partisipasi politik masing-masing. Jika partisipasi politik masyarakat turun, tentu akan mengancam eksistensi demokrai itu sendiri.

Salah satu target penting dalam setiap pemilihan umum adalah keberadaan generasi muda sebagai (swing voter), dimana suaranya masih sering mengambang, belum loyal kepada salah satu kandidat maupun partai politik tertentu. Suaranya sering diperebutkan, sehingga generasi muda, utamanya pemilih pemuda menjadi obyek yang seksi dalam setiap momen Pilkada.

Pemuda merupakan aset bangsa yang sangat mahal dan tak ternilai harganya. Kemajuan atau kehancuran daerah banyak tergantung pada kaum mudanya sebagai (agent of change) agen perubahan. Ini merupakan sebuah signal, bahwa pemuda merupakan pemilih yang kritis, yang mempunyai andil besar dalam membawa perubahan bagi daerahnya.

Dalam iklim demokrasi, salah satu topik yang mendesak yang perlu dikaji saat ini adalah bagaimana upaya meningkatkan partisipasi politik masyarakat, khususnya terkait dengan peran (civil society). Pergeseran paradigma dari (state centered) menjadi (society centered) memberikan peluang yang lebih besar kepada masyarakat untuk turut serta mengembangkan kehidupan demokrasi di negeri ini. Artinya pemuda harus berperan lebih signifikan dalam pengembangan kehidupan politik.

Sebagai bagian dari komponen bangsa, pemuda tidak dapat melepaskan diri dan menghindar dari politik, sebab hakikat manusia termasuk pemuda adalah (zoon politicon) atau mahluk politik. Pemuda merupakan sosok idealis, sosok yang kuat tetapi perlu motivasi, kelompok yang memiliki peran tetapi butuh arena. Kelompok yang menentukan masa depan tetapi perlu diberikan kesempatan dan kelompok potensial yang dapat apa saja namun perlu pengakuan. Sejarah telah mencatat betapa peran dan kiprah pemuda dalam melakukan perubahan peradaban, dan pencerahan sangatlah menentukan tidak terkecuali dalam kehidupan politik.

Sentuhan idealisme dan daya kritis pemuda sangatlah diperlukan utamanya dalam mengawal proses transisi demokrasi yang sedang kita laksanakan saat ini. Pilihan terhadap sistem demokrasi dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, membutuhkan dukungan semua pihak untuk mengawal proses demokrasi agar dapat berjalan dan mempercepat pencapaian tujuan mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Proses demokrasi yang sedang kita laksanakan saat ini perlu dikawal, agar tidak terjadi stigma negatif terhadap demokrasi itu sendiri.

“Jangan sampai berkembang anggapan bahwa demokrasi justru menjadikan rakyat sangsara, harga-harga menjadi mahal, rakyat susah untuk mendapat penghidupan, kerusuhan terjadi dimana-mana, oleh karenanya lebih baik kembali ke masa otoriter seperti pada masa yang lalu”.

Stigma ini tentu akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan sistem demokrasi yang dianggap sebagai pilihan terbaik bagi kemaslahatan masyarakat. Dari pemaparan tersebut, penulis berharap partisipasi politik pemuda dalam kehidupan demokrasi menjadi sangat penting dan strategis.

Oleh karena itu pemuda harus dapat tampil sebagai agen penjaga moral dan etika politik dalam proses demokrasi, artinya kehidupan demokrasi harus dapat berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku, sikap dan perilaku politik yang dijalankan harus menjunjung tinggi etika dan sopan santun politik sehingga tidak menerapkan praktik-praktik politik yang kotor, seperti menghalalkan segala cara dan menggunakan cara-cara kekerasan atau premanisme politik.

Penulis juga berpesan Pemuda juga harus dapat tampil sebagai penjaga demokrasi, menghormati hak dan kewajiban orang lain, menghargai perbedaan pilihan dan tidak terjebak pada pragmatisme politik. (Pra)