Koalisi Masyarakat Sipil Bangka Belitung Menggelar Deklarasi Rakyat Menggugat

PANGKALPINANG, LASPELA–  Agenda penolakan terhadap UU Cipta Kerja terus disuarakan. Tepat di titik 0 Kilometer Pangkalpinang, Koalisi Masyarakat Sipil Bangka Belitung menggelar aksi yang bertajuk “Deklarasi Rakyat Menggugat”, Rabu (28/10/2020) sore.

Deklarasi ini diwakili oleh sekitar 30 pemuda yang berasal dari beberapa organisasi dalam Koalisi Masyarakat Sipil Bangka Belitung. Perwakilan pemuda juga membagikan selebaran-selebaran kepada masyarakat yang melewati Jalan Jenderal Sudirman. Selebaran tersebut berisikan dampak Omnibus Law terhadap Bangka Belitung.

“Ini sebagai bentuk konsistensi Koalisi Masyarakat Sipil Bangka Belitung. Karena belum dibatalnya Omnibus Law maka kita akan tetap melanjutkan perjuangan dan penolakan. Dan akan membangun eskalasi gerakan yang lebih besar sampai Omnibus Law dibatalkan,” ungkap Koordinator Daerah Aliansi BEM Babel, Wahyu Akmal.

Setelah mendengarkan orasi dari berbagai perwakilan, Wahyu kemudian membacakan isi dari deklarasi, pukul 17.00 WIB.

Poin-poin dari deklarasi rakyat menggugat yakni :

Kami putra-putri Bangka Belitung menyatakan.

1. Menolak Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.

2. Mendesak Presiden menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) pembatalan Omnibus Law.

3. Mosi Tidak Percaya terhadap Presiden dan DPR RI.

4. Mengecam segala bentuk tindak intimidasi dan kekerasan Kepolisian RI dalam setiap pelaksanaan aksi rakyat Indonesia.

5. Mendesak DPR RI Dapil Bangka Belitung mengundurkan diri.

6. Menggunakan Hak Veto terhadap kebijakan Pemerintah Daerah Bangka Belitung yang kontra kepentingan rakyat.

7. Menyerukan pembangkangan sipil berskala besar (PSBB) di Bangka Belitung.

8. Melaksanakan agenda sidang rakyat, pukul mundur oligarki, dan bangun Koalisi Besar Rakyat Bangka Belitung.

Presiden Mahasiswa Universitas Bangka Belitung, Andrew meminta pemerintah menjalankan amanah dari tuntutan rakyat. Ia menjelaskan Koalisi Masyarakat Sipil Bangka Belitung lahir dari keresahan yang organik dan kemarahan yang terorganisir. Sebab ketidakadilan lahir dari kebijakan yang kontra kepentingan rakyat.

“Omnibus Law adalah hasil dari perselingkuhan oligarki di pemerintahan dan pengusaha tamak yang menyingkirkan hak-hak rakyat dalam pengelolaan sumberdaya alam. Jelas ini merugikan bagi kami generasi selanjutnya, lahan krisis yang sulit untuk dipulihkan menjadi warisan buruk dari penguasa dan kroninya pada hari ini. Saatnya anak muda melakukan veto terhadap kebijakan buruk yang tidak mengedepankan prinsip sustainable development,” ujar Andrew. (*)

Leave a Reply