Pilkada Bateng 2020 Dan Cerita Batianus Dua Kali Menjadi Legislator Dengan Suara Terbanyak se-Bateng

KOBA, LASPELA- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Bangka Tengah (Bateng) tahun 2020 tak lama lagi akan memasuki tahap kampanye, dimana pada tahapan ini akan menjadi ajang para pasangan calon (paslon) merebut simpati masyarakat dengan pemaparan visi misi serta berbagai upaya pendekatan kepada masyarakat agar tertarik untuk memilih paslon tersebut.

Setiap calon memiliki cara dan strategi yang berbeda guna meraih simpati masyarakat. Tak jauh berbeda antara pilkada dan pileg, Pengalaman merebut hati masyarakat pernah dialami oleh Wakil Ketua I DPRD Bateng, Batianus, yang merupakan Politisi Partai Golkar dari Daerah Pemilihan (dapil) tiga Bateng (Pangkalanbaru Namang) yang pada dua kali pemilihan legislatif Bateng selalu menjadi legislator dengan perolehan suara terbanyak se-Bateng.

Batianus mengisahkan bahwa awal mula dan alasan utama ia memutuskan untuk mencalonkan diri sebagai seorang wakil rakyat karena dorongan dari keluarga dan masyarakat, terlebih ingatnya, pada tahun 2014 saat pertama kali ia memutuskan untuk maju sebagai calon anggota DPRD Bateng, pembangunan di daerahnya jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lainnya.

“Saya ini cuma anak petani yang merasa terpanggil. Saat itu, mungkin sarana kami bila dibanding daerah lain tidak sebanding, sehingga ada dorongan untuk saya menjadi anggota dewan,” kata Batianus, Kamis (13/8/2020).

Menurut Batianus, pencitraan bukanlah hal yang paling penting bagi seorang politisi, bahkan pencitraan yang berlebihan akan menjadi bumerang tatkala seorang tak mampu membuktikan pencitraannya.

Batianus berujar bahwa kendatipun pencitraan tersebut berhasil, hal tersebut tidak akan menaikan elektabilitas seseorang, karena pencitraan hanya meningkatkan popularitas, yang artinya banyak dikenal masyarakat namun belum tentu dipilih oleh masyarakat.

“Yang terpenting sebagai anggota DPRD itu harus banyak bekerja, harus ada bukti nyata di lapangan, banyak orang yang pandai pencitraan tapi tak pandai bekerja, dan lagi kalau setiap hari pencitraan kapan kerjanya?,” ujar Batianus.

Batianus menambahkan bahwa ia tidak pernah menggunakan konsultan politik karena pertimbangan biaya jasa konsultan politik yang cukup tinggi, ia mengaku selama ini belajar secara otodidak dan bermodal kedekatan dengan masyarakat yang menurutnya hal itu merupakan hal yang terpenting.

Batianus mengungkapkan bahwa memang ada biaya yang ia keluarkan pada saat kampanye, yang disebutnya biaya politik, dan nominal biaya politik yang ia keluarkan setiap kali mencalonkan diri berkisar antara Rp. 100-200 juta, yang digunakan untuk akomodasi, makan minum, transportasi, dan pembelian alat peraga kampanye seperti spanduk yang sesuai dengan peraturan yang ada.

Batianus menegaskan bahwa biaya politik tidak sama dengan politik uang (money politic). Batianus menyebut bahwa ia tidak menerapkan money politik, karena menurutnya hal itu akan berbahaya bagi mental dan cara berpikir masyarakat, dan menurutnya hal ini harus selalu diedukasikan kepada masyarakat. 

“Saya menjunjung tinggi politik yang santun dan beretika, kalau semua diartikan dengan uang, maka akan berbahaya bagi mental dan cara berpikit masyarakat, makanya di Pileg 2019 lalu saya sama sekali tidak menggunakan money politic, saya hanya menggunakan alat peraga kampanye yang sesuai dengan peraturan undang-undang,” pungkas Batianus.(jon)