LUBUKBESAR, LASPELA- Keluarga kecelakaan tunggal di proyek pengerjaan box culvert di perbatasan antara Desa Trubus dan Desa Perlang mengaku kecewa atas penyelesaian kasus laka tunggal yang merenggut nyawa anak mereka, Andari (19) dalam kecelakaan yang terjadi pada 4 Juli 2020.
Keluarga menyayangkan pihak Desa Kulur selaku fasilitator penyelesaian permasalahan kecelakaan yang tidak mengikutsertakan Suryadi (19), sebagai salah satu korban lainnya yang pada kecelakaan itu Yadi menderita cedera tulang bahu kiri dan punggung.
Keluarga mengaku bahwa saat menandatangani surat dengan Kop surat Desa Kulur tentang penyelesaian masalah dengan pihak CV Bumi Elang Perkasa tersebut, di dalam surat tersebut tidak tertera besaran uang santunannya, keluarga pun mengetahuinya setelah membuka amplop tersebut di rumah yang ternyata amplop tersebut berisi uang Rp. 5 juta.
“Saya awalnya dipanggil ke kantor Desa Kulur untuk buat perjanjian, karena saya gak bisa baca tulis maka saya ajak anak saya Marlia, sesampainya kami di kantor Desa Kulur, kami disodorkan surat perjanjian serta amplop yang sebelumnya kami tidak tahu berapa jumlah uangnya, kemudian anak saya tanda tangan, dan tahu isi amplop tersebut setelah di rumah, uangnya sebesar Rp. 5 juta,” kata Ibu korban, Nani, Minggu (12/7/2020).
“Kami sempat bingung kok hanya kami yang dipanggil sementara keluarga Nuraini (Ibunda Yadi) tidak dipanggil, padahal mereka juga korban laka, bahkan kami ketika nujuh hari sempat menyodorkan uang kepada Nuraini untuk membagi uang yang kami terima tapi beliau tidak mau menerimanya karena kasihan kepada kami,” sambung Marlia, kakak Almarhum Andari.
Marlia menuturkan bahwa bebrapa orang yang bilang bahwa uang sejumlah itu sebagai santunan atas meninggalnya seseorang terbilang kecil, tapi ia mengaku tak bisa berbuat apa-apa.
Di berita sebelumnya diterangkan bahwa kejadian laka tunggal yang menimpa Andari dan Suryadi tersebut terjadi di proyek Box Culvert yang dikerjakan oleh CV Bumi Elang Perkasa yang diduga tidak memiliki rambu-rambu dan tanpa penerangan ketika korban dan satu rekannya terperosok masuk kedalam lubang saat akan bertandang kerumah temannya di Desa Perlang.
Wakil Ke2tua I DPRD Kabupaten Bangka Tengah (Bateng), Batianus, mengungkapkan bahwa pihak kontraktor harus bertanggungjawab dimana menurutnya hal tersebut sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas.
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum pada pasal 24 ayat (1) UU Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas, menjelaskan bahwa penyelenggara wajib segera dan patut untuk memperbaiki jalan yang rusak yang dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas.
Kemudian pasal 24 ayat 2 UU Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas juga berbunyi, Dalam hal belum dapat dilakukan perbaikan Jalan yang rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara jalan wajib memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak untuk mencegah terjadinya kecelakaan Lalu Lintas.
Para penyelenggara ini juga bisa terkena pidana jika mengabaikan terhadap kerusakan jalan wewenangnya seperti diatur pada pasal 273 ayat 1 sampai 4.
Pasal (1) Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 12 juta.
Pada ayat (2), Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 24 juta.
Pada pasal (3), Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain meninggal dunia, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 120 juta.
Dan pada ayat (4), Penyelenggara Jalan yang tidak memberi tanda atau rambu pada Jalan yang rusak dan belum diperbaiki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 1,5 juta.
“Kontraktor harus bertanggungjawab, apalagi ini menyangkut nyawa, dan tidak boleh hal seperti ini terjadi lagi di kemudian hari,” tandas Batianus.(jon)