PANGKALPINANG, LASPELA – Budayawan Akhmad Elvian menjelaskan siung dalam bahasa Melayu berarti dengungan atau desingan bunyi lebah atau tabun yang sedang terbang membelah kesunyian.
Bunyi Siung mulai dikenal oleh masyarakat Bangka ketika perusahaan Tambang Timah Belanda BankatinWinning (BTW) mulai mengenalkan sistem mekanisasi dalam pertambangan sekitar akhir abad 19.
Semula, siung berfungsi untuk menentukan awal waktu bagi pekerja tambang atau karyaean untuk mempersiapkan diri bersiap siap memulai aktivitas bekerja, waktu istirahat dan mengakhiri aktifitas kerja satu hari.
“Awalnya penanda waktu menggunakan lonceng. Sistem kerja yang dilakukan pada masa itu adalah sistem Kung atau Kong atau dagtaak yaitu sistem kerja berdasarkan hari kerja dan upah berdasarkan volume kerja atau hasil kerja. Waktu kerja lamanya berkisar antara 8 -9 jam sehari dihitung 1 Kung atau Kong dengan volume kerja berapa pikul tanah yang diangkut atau pasir yang dicuci dan Timah yang diperoleh,” katanya.
Seiring perkembangannya, siung ini juga berfungsi sebagai tanda berbuka puasa dan Imsak bagi masyarakat sekitar.
“Saat sekarang seperti pada saat bulan Ramadhan fungsi siung dijadikan penanda yang sangat penting bagi masyarakat terutama pada saat memulai Sahur dan waktu berbuka puasa. Masyarakat sangat terbantu dalam penanda waktu terutama untuk membangunkan orang untuk sahur karena suaranya keras, nyaring dan mendengung sampai ke pelosok kampung,” katanya.
Tak jelas kapan mulanya, siung ini berbunyi saat berbuka maupun imsak, namun hal ini dianggap sebagai upaya perusahaan dalam menjalankan fungsi sosialnya bagi masyarakat. Suara siung ini menjadi ciri khas berbuka puasa sendiri bagi masyarakat Pangkalpinang dan sekitarnya.
“Bunyi siung ini menunjukkan fungsi sosial Timah pas puasa maghrib dan menjelang sahur sudah berbunyi siung dan itu sangat membantu masyarakat penanda waktu. Suaranya cukup nyaring dan keras dan hampir ke 105 distrik yang ada di Pangkalpinang,” ujarnya.
Selain sebagai fungsi internal perusahaan, siung ini juga memberikan manfaat bagi masyarakat apalagi disaat bulan Ramadan ini.
“Ini menjadi ciri khas siung yang diwariskan bunyi itu untuk penanda kerja. Juga berfungsi sebagai pengingat bagi masyarakat. Kalau dulu kan orang adzan itu setelah berbuka, sedangkan siung berbunyi terlebih dahulu. Orang yakin kalau sudah siung pasti waktu yang valid berbuka,” katanya.
Dulu kata dia, orang tua akan memanggil anaknya ketika mendengar bunyi siung untuk berbuka puasa.
“Disamping untuk jam kerja karyawan ini menjadi fungsi sosial kepada masyatakat mengingat waktu. Ketika bunyi siung orang tua lah manggil kita yo bebuka, kalau dulu siung ini menjadi patokan bener saat berbuka,” ujarnya.rill/(wa)