banner 728x90

Masyarakat Minta Gugus Tugas Covid-19 Umumkan Identitas ODP dan PDP

banner 468x60
FacebookTwitterWhatsAppLine

PANGKALPINANG, LASPELA– Sangat setuju, itulah ungkapan beberapa warga Pangkalpinang provinsi Kepulauan Bangka Belitung soal akan dibukanya identitas Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan Orang Dalam Pemantauan (ODP) terkait mewabahnya pandemi covid-19 di Bumi Serumpun Sebalai.

“Sangat setuju ya, bila ada data ini. Paling tidak, untuk kita saling jaga saja,” ujar Elfa, warga Pangkalpinang.

banner 325x300

” Harus dibuka data ini, supaya orang yang bersangkutan bisa menjaga jarak dan tidak berinteraksi dulu,” kata Iskandar warga Pangkalpinang lainnya.

Meski secara totalitas saat ini, Bangka Belitung baru mencatat 4 warganya yang positif covid-19 dan satu orang lagi sebelumnya meninggal dunia akibat positif virus ini, namun dirasa sebagian masyarakat informasi mengenai akan penyebaran virus ini amat sangat dikhawatirkan. Terutama, berkenaan dengan sejumlah data ODP, PDP dan OTG.

Masyarakat saat ini tidak mempunyai data pasti siapa yang masuk dalam ODP ini, sebab ODP tidak dilakukan isolasi seperti PDP. Sehingga sangat rentan untuk melakukan interaksi dilingkungannya.

Prosedur untuk ODP sendiri yang biasanya bagi mereka yang baru saja pulang melakukan perjalanan dari daerah pandemi covid-19 atau zona merah, hingga saat ini tidak diketahui pasti pula apakah mereka melakukan karantina mandiri dirumah atau tidak.

Keinginan masyarakat ini, tampak seirama dengan seruan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang disampaikan Wakil Presiden RI, Makruf Amin beberapa waktu lalu.

Dilansir dari CNN Indonesia, Wakil Presiden Ma’ruf Amin mengatakan pemerintah berencana membuka identitas pasien yang berstatus orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) Virus Corona atau Covid-19.

Ma’ruf mengatakan rencana itu tengah dibahas oleh Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Penyebaran Covid-19 di bawah pimpinan Kepala BNPB Doni Munardo.

“Di kalangan pemerintah, khususnya di kalangan satgas, memang ada pikiran-pikiran untuk kemudian mengumumkan lah identitas mereka yang sudah terpapar yang istilahnya, ada dua, orang dalam pemantauan dan orang dalam pengawasan,” kata dia dalam keterangan resmi yang diterbitkan Sekretariat Wakil Presiden, Kamis (19/3).

Hal itu dikatakannya terkait seruan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang meminta pembukaan rahasia kedokteran untuk mencegah penyebaran Corona lebih jauh.

Diketahui, ada sejumlah tahapan status risiko Covid-19. Pertama, orang dalam pemantauan (OPD), berarti orang yang mengalami gejala-gejala, misalnya demam di atas 38 derajat Celcius, atau memiliki riwayat perjalanan ke negara terjangkit Covid-19 dalam 14 hari terakhir.

Kedua, pasien dalam pengawasan (PDP), merupakan ODP yang mengalami gejala demam di atas 38 derajat Celcius, peneumonia, dan menjalani perawatan.

Ketiga, Suspect, yang berarti PDP yang diyakini memiliki riwayat kontak dengan orang positif Covid-19 atau pernah ke negara-negara dengan wabah Corona.

Keempat, terkonfirmasi positif Covid-19, yakni suspect yang dinyatakan terinfeksi Virus Corona.

Lebih lanjut, Ma’ruf menilai identitas pasien ODP lebih penting dibuka sebagai langkah antisipasi bagi masyarakat lain untuk waspada. Pasalnya, ODP tak dikenakan isolasi seperti PDP.

“Sebenarnya kalau orang udah diisolasi udah jelas udah aman, penanganannya aman, jelas, enggak keluyuran kemana-mana,” kata dia.

“Justru yang masih berbahaya itu ODP. Dia berpotensi membunuh orang lain,” cetus dia.

Ma’ruf pun meminta peningkatan pengawasan terhadap ODP. “Termasuk kemungkinan juga menyebutkan identitas-identitasnya supaya masyarakat waspada, tapi ini memang masih di dalam kajian dan dalam rangka menjaga masyarakat,” imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Umum IDI Daeng Muhammad Faqih menyatakan pembukaan rahasia kedokteran sah dilakukan saat Covid-19 sudah menjadi pandemi.

“Untuk kepentingan umum yang mengancam terjadinya KLB (Kejadian Luar Biasa)–sekarang bukan hanya mengancam terjadinya KLB tapi sudah pandemi–mengancam keselamatan kesehatan individu maupun masyarakat, maka dibolehkan membuka rahasia kedokteran,” tuturnya, dikutip dari CNN Indonesia TV.

Diketahui, kerahasiaan data medik di antaranya diatur dalam empat undang-undang (UU), yaitu pasal 48 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran, Pasal 7 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 38 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan Pasal 73 UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.

Namun, ada sejumlah pengecualian. Misalnya, Pasal 57 ayat (2) mengecualikan kerahasiaan kondisi kesehatan pribadi demi kepentingan masyarakat.

Selain itu, ada Peraturan Menteri Kesehatan No. 36 Tahun 2012, yang merupakan peraturan turunan dari UU Praktik Kedokteran dan UU Rumah Sakit.

Pasal 9 Permenkes itu mengizinkan pembukaan rahasia kedokteran tanpa persetujuan pasien demi kepentingan umum, yang meliputi audit medis, ancaman Kejadian Luar Biasa/wabah penyakit menular, penelitian kesehatan untuk kepentingan negara, pendidikan dan penggunaan informasi yang akan berguna bagi masa depan, serta ancaman kesehatan orang lain secara individual atau masyarakat.(*/net)


banner 325x300
banner 728x90
Exit mobile version