Oleh: Nopranda Putra
PAYUNG, LASPELA – Sejak berdirinya pabrik ubi tapioka milik CV Sari Bumi Mulya (SBM) tiga tahun lalu di desa Pangkalbuluh, kecamatan Payung, kabupaten Bangka Selatan tidak banyak memberikan kontribusi berarti kepada warga desa Pangkalbuluh.
Kepala desa Pangkalbuluh, Marjan mengatakan selain diduga melakukan pencemaran lingkungan yang membuat sungai berbau busuk dan menyebabkan ikan banyak mati serta menyebabkan kondisi tubuh warga gatal-gatal.
Ternyata, keberadaan pabrik ubi tapioka juga kurang memberikan efek positif bagi perekonomian petani ubi tapioka di desa Pangkalbuluh.
Ia menjelaskan, saat ini orang beranggapan bawah kalau pabrik ini ditutup seolah-olah petani dirugikan, tapi sebenarnya petani tidak diuntungkan dalam keberadaan pabrik ini.
“Kalau petani tanam ubi tapioka tidak ada untung dapat duit, harga jual tidak sesuai dan banyak potongan dan yang kerja juga belum memenuhi syarat,”
Menurut dia, tidak semua warga menginginkan pabrik dan tidak semuanya juga yang mengeluh keberadaan pabrik. Walaupun ada pekerja yang mengeluhkan tidak adanya fasilitas kesehatan seperti BPJS yang disiapkan perusahaan, bahkan hari kerja juga tidak ada istilah libur.
“Tapi tetap kita tanggapi keinginan warga, walaupun ada pekerja tidak mendapatkan BPJS nya dan waktu pekerja tidak ada libur, termasuk minggu juga kerja serta banyaknya pekerja dari Lampung dari desa cuma beberapa orang,” ujarnya.
Tak hanya itu, untuk CSR juga tidak pernah dirasakan warga desa Pangkalbuluh, terkecuali bantuan biasa yang sifatnya harus pengajuan proposal.
“kalau CSR tidak ada kami rasakan, walaupun pabrik ubi tapioka sudah beroperasi di desa Pangkalbuluh kurang lebih 3 tahun, cuma bantuan biasa itu juga harus pakai proposal,” pungkasnya.
Sementara itu, untuk mengklarifikasi pernyataan dari Kepala Desa Pangkalbuluh, awak media telah menghubungi pihak CV SBM, baik melalui pesan whatsaap maupun telepon seluler tapi belum ada jawaban, kendati nomor yang dihubungi aktif. (Pra)