Oleh: Jon Piter Wartawan Laspela
LUBUK BESAR, LASPELA– Tambang Timah Ilegal beroperasi di Kawasan Hutan Lindung(HL) dan reklamasi eks tambang PT.Koba Tin di Merapin di Desa Lubuk Besar, Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah(Bateng).
Selain merusak hutan lindung dan areal reklamasi yang ditanami Pohon Akasia dan Gelam, jalan alternatif masyarakat-pun ikut rusak akibat penambangan yang menggunakan puluhan alat berat excavator tersebut.
Berdasarkan pemantauan awak media Laspela di lokasi Hutan Lindung Merapin, Desa Lubuk Besar, Kamis(20/6/2019), penambangan masih beroperasi hingga saat ini.
Dilansir dari jejaring sosial akun Facebook Akeew Forlubi di dalam postingannya 3 juni 2019 pukul 03.22 Wib. penambang diminta perhatian dan kepeduliaannya atas kerusakan yang terjadi.
“Mohon perhatian dan kepedulan pemilik tambang di daerah merapin dan sekitarnya…….
Desa Lubuk Besar Kec.Lubuk Besar Kabupaten Bangka Tangah
Jalan yg kalian buka tambang saat ini merupakan jalan alternatif bg masyarakat desa lubuk besar dan itu msh berguna dan bermanfaat bg pengunanya,
Seandainya pun kalian ngasih fee utk oknum pejabat di desa kami bkn berarti kalian bisa seenaknya merusak jln trsebut demi keuntungan kalian sendiri tanpa peduli sm kepentingan orang banyak.
Jangan begitulah jk masih ingin d hargai oleh orang lain.
Sekedar saran,anda.menghrgai desa kmi,kami pun bisa menghargai anda bgtu sebaliknya jika anda arogan kami pun bisa lebih arogan dgn.anda…..
#StopMerusakJalanKami
#ColekBosAonBelinyu
#ColekPengurusTambang,” tulisnya.
Menanggapi ciutan akun facebook ini, Kepala Dusun(Kadus) Lubuk Laut, Bayu, mengaku pihaknya tidak pernah mengizinkan kegiatan penambangan tersebut, namun Bayu mengetahui bahwa penambang di Merapin kebanyakan orang dari luar Bangak Tengah.
“Setau saya bos dari Belinyu Sungailiat, Muntok dan ada dari warga setempat.
Saya tidak pernah komunikasi dengan mereka, saya saja sudah geram karena itu semua wilayah HL dan reklamasi eks tambang PT Koba Tin,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Desa(Kades) Mardianto mengatakan bahwa setiap keputusan desa merupakan hasil musyawarah desa, dan pihak desa tidak pernah memberikan izin untuk menambang di kawasan tersebut.
“Pihak desa sendiri tidak pernah memberi izin kepada penambang untuk melakukan aktivitas penambangan di sana, untuk lebih jelasnya silahkan hubungi pihak terkait, apalagi itu kan kawasan hutan lindung dan reklamasi,” ungkap Mardianto.
Perihal eksploitasi Hutan Lindung telah menyedot perhatian banyak pihak, tak terkecuali Wakil Ketua KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi) Saut Situmorang yang diungkapkannya usai menghadiri penandatangan nota kesepahaman bersama antara gubernur dan bupati/walikota se-Babel dengan Dirjen Pajak dan Badan Pertanahan, baru-baru ini di kantor Pemprov Babel.
“Berdasarkan laporan yang saya terima bahwa ada hutan lindung di sejumlah daerah yang mana dikuasai dan eksploitasi.
Ini tidak boleh. Karena itu, kita segera menindaklanjuti laporan tersebut untuk memastikan siapa dan untuk apa penguasaan kawasan hutan tersebut,” ungkap Saut didepan wartawan.
Menurut Saut, tentu hal ini sangat berakibat kepada negara, karena tidak mendapatkan apa-apa dari perambahan hutan dikawasan tersebut.
Wakil Gubernur Kepulauan Babel Abdul Fatah mengatakan perambahan hutan secara ilegal ini telah merusak lingkungan dan sosial masyarakat.
“Untuk itu, mari kita bersama-sama berupaya memberantaskan penebangan hutan ini untuk menyelamatkan lingkungan di daerah ini khususnya di Babel, mengingat penambangan di kawasan hutan telah mengakibatkan berbagai bencana alam seperti banjir, kekeringan dan masalah sosial masyarakat lainnya,” ujar Wagub Babel menambahkan.
Lalu siapakah aktor yang memberikan izin penambangan ilegal di kawasan hutan lindung ini, dan mari bersama-sama kita akan melihat babak baru pengungkapan dari lembaga anti rasuah ini mengungkap penambangan ilegal di bumi serumpun sebalai. Semoga saja ketegasan KPK ini bukan isapan jempol belaka. (red)