Oleh: Nopranda Putra
TOBOALI, LASPELA– Dosen Ilmu Politik FISIP UBB, Ibrahim menilai masa tenang mengandung dua fungsi, pertama adalah untuk memberikan kesempatan kepada para pemilih merefleksikan opsi pilihannya.
“Pasca kampanye panjang, para pemilih harus diberi kesempatan untuk mempertimbangkan siapa yang pantas dipilihnya. Kedua, para kontestan harus menyiapkan kondisi psikologis untuk menerima hasilnya,” kata Ibrahim kepada wartawan, Senin (15/4).
Menurutnya, yang sering kita saksikan adalah bahwa masa tenang justru tidak tenang karena banyak kontestan yang mencari banyak cara untuk memanfaatkan masa tenang secara diam-diam untuk kepentingan pemenangan.
“Misalnya, serangan fajar, kampanye terselubung, atau gerilya lain biasanya menjadi pilihan. Tak heran jika masa tenang sering dimanfaatkan justru tidak menenangkan,” jelasnya.
Tentu saja, lanjut dia memanfaatkan masa tenang untuk kepentingan pemenangan adalah sebuah kejahatan Pemilu. karena Publik luas ia mengira terikat oleh norma Pemilu, baik etik maupun yuridis.
“Tugas kita memastikan bahwa masa tenang memang momen reflektif bagi pemilih maupun kandidat. Setelah masa kampanye yang panjang, marilah manfaatkan masa tenang untuk mematut nominasi,” ujarnya seraya menambahkan hasilnya harus diserahkan kepada pemilih.
Kendati demikian, peran KPU dan Bawaslu harus lebih sensitif meningkatkan pengawasan di masa tenang ini agar tidak terjadi polemik dikemudian hari.
“KPU dan Bawaslu harus meningkatkan perannya dalam pengawasan di masa tenang ini. Sebagai jabatan bergengsi tinggi, para nominator berpotensi memanfaatkan banyak celah untuk kepentingan elektorasi,” tandasnya. (Pra)