MUNTOK, LASPELA – Dinas Kesehatan Bangka Barat terus berupaya menekan angka stunting (kurang gizi kronis), dimana pada tahun 2018 lalu, sebanyak dua ribu lebih anak mengalami stunting.
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat (Kabidkesmas) Bangka Barat, Rusian mengatakan, pihaknya sudah melakukan upaya penanganan seperti yang diharapkan oleh pemerintah pusat.
“Jadi kita ada sifatnya yang penanganan atau intervensi sensitif dan intervensi spesifik,” kata Rusian kepada Laspela di ruang kerjanya, Jumat (22/2/2019).
Ia menjelaskan, intervensi spesifik penanganannya mengarah kepada peningkatan kualitas pelayanan kesehatan.
“Kalau yang spesifik ini lebih ke tenaga kesehatan yang menanganinya misalnya di Posyandu kemudian bidan desa kemudian ASI eksklusif,” jelasnya.
Namun, ia mengungkapkan, penanganan melalui intervensi spesifik ini tidak membawa dampak yang cukup signifikan.
“Tapi itu tidak berdampak banyak, hanya 30 persen, sesuai teori itu yang membuat keberhasilan program penurunan stunting ini,” ungkapnya.
Menurutnya, yang memberikan dampak besar untuk menekan angka stunting itu adalah penanganan melalui intervensi sensitif, salah satunya melalui program Bedah Desaku.
“Intervensi sensitifnya itu bisa menanggulangi sampai 70 persen, tapi intervensi sensitif ini lebih kearah kerjasama lintas sektor, salah satunya Bedah Desaku,” terangnya.
“Program Bedah Desaku itu langsung turun ke lokasi pusat (lopus-lopus) desa stunting itu dengan melibatkan lintas sektor,” tambahnya.
Lebih jauh ia mengungkapkan, Jumlah anak yang menderita stunting paling banyak itu berada di Kecamatan Simpang Teritip.
“Tiap desa disana itu jumlahnya berbeda-beda, yang jelas diatas target nasional yaitu 28 persen,” ujarnya.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pada tahun 2019 ini pihaknya menargetkan angka stunting di Wilayah Bangka Barat dibawah 28 persen sesuai dengan RPJMN dari Nawacita Presiden Jokowi.
“Jadi pada tahun 2019, target kita angka stunting itu dibawah 28 persen sesuai dengan RPJMN dari Nawacita Presiden Jokowi,” ujarnya. (ed1)