PANGKALPINANG, LASPELA – Harga tiket pesawat dari sejumlah maskapai penerbangan alami kenaikan harga, terlebih menuju ke Pulau Bangka Belitung (Babel).
Hal ini mengundang beragam reaksi masyarakat. Bahkan, terkait permintaan agar tarif batas tiket pesawat diturunkan. Tingginya harga tiket pesawat tetap terjadi, meski liburan Natal dan Tahun baru telah usai dan menimbulkan polemik.
Diketahui harga tiket pesawat PP Jakarta-PGK (Pangkalpinang) Babel yang mahal, saat ini dikeluhkan oleh para pelaku pariwisata.
Ketua Umum BPD PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) Babel, Bambang Patijaya mengungkapkan bahwa mahalnya harga tiket pesawat saat ini memang dirasakan mengganggu bisnis pariwisata terutama di perhotelan.
“Hakikat dari pariwisata ini antara lain traveling, jadi dalam traveling biaya harus terjangkau dan murah. Karena, moda transport ke Babel paling mudah dan nyaman itu menggunakan pesawat,” ucapnya kala diwawancarai di Pangkalpinang, Sabtu (12/1/2019) malam.
Bambang menjelaskan kendala yang terjadi saat ini harga tiket pesawat mahal. Oleh karena itu pihaknya mengimbau kepada pemerintah, untuk turun tangan bagaimana mengendalikan harga tiket pesawat.
“Pasalnya jika kita berharap kepada mekanisme pasar yang sekarang terjadi, keliatannya hal ini berdampak dan berimplikasi kurang positif,” sebutnya.
“Kita juga menunggu sampai sekarang harga tiket pesawat tidak turun, padahal high season sudah lewat maka kami pikir pihak regulator (pemerintah) untuk dapat melakukan semacam fungsi kontrol. Sehingga kemudian harga tiket pesawat dapat kembali normal,” tegas Bambang Patijaya.
Saat disinggung soal terkait pekerja perhotelan/ pariwisata yang terancam PHK, akibat mahalnya harga tiket pesawat berimplikasi terhadap rendahnya hunian hotel, sepinya travel, dan UMKM.
Bambang Patijaya menanggapi bahwa dalam bagaimana membangun industri pariwisata di Babel, diperlukan sinergitas dari berbagai macam sektor, dalam hal ini terutama adalah dengan sektor perhubungan.
“Jika akses menuju Bangka dan Belitung itu mahal, tentu itu akan mengancam keberlangsungan daripada bisnis pariwisata seperti hotel sepi, restoran, travel, rental kendaraan mobil, toko suvenir, toko oleh-oleh dan sebagainya dapat terganggu,” ia menuturkan.
Ketika ditanya apakah kemudian ini dapat berdampak kepada PHK, “Ya bisa saja jika terjadi berlarut larut, makanya kita harus antisipasi hal ini. Oleh karena itu kita mengimbau ada semacam uluran tangan daripada pemerintah langsung untuk mengatasi hal ini,” imbuhnya.
“Dan kami juga berharap jangan adanya ego sektoral dari sektor tertentu. Jangan mengambil keuntungan terhadap situasi yang terjadi pada saat ini, karena masyarakat umumnya dirugikan,” pungkas Bambang Patijaya.(Tim/*)