Peserta JKN-KIS yang Mengalami PHK Tetap Memperoleh Hak Jaminan Kesehatan, Tapi Harus Memenuhi Kriteria ini?

Oleh : Wina Destika

PANGKALPINANG, LASPELA – Plh. Kepala BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang Adian Fitria menyampaikan untuk peserta JKN-KIS dari segmen PPU yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), tetap memperoleh hak manfaat jaminan kesehatan paling lama 6 bulan, tanpa membayar iuran. Manfaat jaminan kesehatan tersebut diberikan berupa manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.

“Apabila terjadi sengketa atas PHK yang diajukan melalui lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial, maka baik pemberi kerja maupun pekerja harus tetap melaksanakan kewajiban membayar Iuran sampai dengan adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap,” kata Adian dalam konfrensi pers yang dilaksanakan di Kantor BPJS Kesehatan Cabang Pangkalpinang, Rabu (19/12/2018).

Ia menyebutkan jika peserta yang mengalami PHK tersebut telah bekerja, maka peserta wajib kembali memperpanjang status kepesertaannya dengan membayar iuran.

“Sementara jika ia tidak bekerja lagi dan tidak mampu, maka selanjutnya ia akan didaftarkan menjadi peserta PBI,” ujarnya.

Adian menjelaskan PHK tersebut harus memenuhi empat kriteria atau syarat diantaranya, PHK yang sudah ada putusan pengadilan hubungan industrial, dibuktikan dengan putusan/akta pengadilan hubungan industrial, PHK karena penggabungan perusahaan, dibuktikan dengan akta notaris, PHK karena perusahaan pailit atau mengalami kerugian, dibuktikan dengan putusan kepailitan dari pengadilan, dan PHK karena pekerja mengalami sakit yang berkepanjangan dan tidak mampu bekerja, dibuktikan dengan surat dokter.

Lebih dalam Adian menyampaikan, bahwa program JKN-KIS merupakan amanah negara yang harus dipikul bersama. BPJS Kesehatan tidak dapat berdiri sendiri mengelola program jaminan kesehatan dengan jumlah peserta terbesar di dunia ini. Masing-masing pihak memiliki peran penting untuk memberikan kontribusi sesuai dengan otoritas dan kemampuannya.

“Perpres Nomor 82 Tahun 2018 juga mendorong kementerian, lembaga, dan para pemangku lainnya untuk melakukan perbaikan di berbagai aspek, mulai dari sisi pelayanan kesehatan, manajemen sistem rujukan, pengawasan terhadap pelayanan kesehatan, koordinasi manfaat, koordinasi penjaminan pelayanan, hingga mengoptimalkan upaya efisiensi dan efektivitas pelaksanaan Program JKN-KIS. Dengan adanya landasan hukum baru tersebut, semoga peran kementerian/lembaga terkait, Pemerintah Daerah, manajemen fasilitas kesehatan, dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam mengelola JKN-KIS bisa kian optimal,” harapnya. (Wa)