Same Same Organizer – Kelenteng Cetya Dharma Abadi Pohin Gelar Festival Tjit Ngiat Pan dengan 56 Phang Siku Terbanyak di Babel

Oleh: Agus Ismunarno

CV SAME SAME ORGANIZER bekerja sama dengan Kelenteng Cetya Dharma Abadi Pohin menggelar Festival Tjit Ngiat Pan atau Festival Sembahyang Rebut, 24, 25 dan puncaknya 26 Agustus 2018. Berbeda dengan festival warga Tionghoa Kepulauan Bangka Belitung pada tahun-tahun sebelumnya dan berbeda dengan kelenteng lainnya, akan ada 56 Phang Siku pada Festival Tjit Ngiat Pan di Kelenteng Cetya Dharma Abadi Pohin.

Phang Siku atau dikenal sebagai rak kayu tempat penyajian sembahyang rebut sebanyak 56 merupakan jumlah Phang Siku terbanyak di Kepulauan Bangka Belitung. “Kami menyediakan 56 Phang Siku. Ini rekor terbanyak di Kepulauan Bangka Belitung,” kata CEO Same Same Organizer, Kwartanto yang akrab disapa Santo kepada LASPELA, (21/8-2018).

Sembahyang Rebut global, national and regional tourism semakin mendapat tempat istimewa sebagai wisata religi. Bahkan, ritual warga Tionghoa ini bisa menjadi calender of event nasional mengingat atensi para pihak yang peduli pada pariwisata seperti Same Same Organizer ini.

“Pariwisata Kepulauan Bangka Belitung adalah tanggungjawab kita bersama dalam mengembangkannya, termasuk varian tourism eventnya,” kata Santo.

Festival Sembahyang Rebut ini, kata Santo, untuk melestarikan tradisi ribuan tahun yang sudah turun menurun warga Tionghoa. “Selain itu, dengan menggelar Festival Tjit Ngiat Pan, Same Same Organizer ingin berkontribusi menyukseskan program pemerintah dengan Program 10 Destinasi Prioritas salah satunya adalah Bangka Belitung sebagai Bali Baru.

Santo mengungkapkan, “Same Same Organizer bermaksud memperkenalkan kepada generasi muda kekayaan tradisi di Kepulauan Bangka Belitung agar tetap terpelihara dimasa yang akan datang . SAME SAME ORGANIZER berharap masyarakat dapat berpartisipasi dalam festival sembahyang rebut tersebut. Dengan 56 Phang Siku Festival ini akan menjadi magnet tersendiri bagi wisatawan regional maupun nasional dan mancanegara.”

Pintu Akhirat Terbuka
Setiap tanggal 15 bulan 7 penanggalan Imlek, yang dikenal dengan Chit Ngiat Pan (sembahyang pertengahan bulan ke tujuh Imlek ) atau Sembahyang Rebut ( Chiong Shi Ku ). diyakini oleh warga Tionghoa Bangka pada saat tersebut pintu akhirat terbuka ( Khoi Kui Mun).
Festival Sembahyang Kubur setiap tahunnya digelar tanggal 15 bulan ke 7 penanggalan Imlek.

Konon, masyarakat Tionghoa di Bangka percaya pada tanggal tersebut pintu akherat terbuka dan semua arwah-arwah turun ke dunia manusia. Kembali ke akhirat pada malam tanggal 15 penanggalan Imlek.

Konon pada bulan ke tujuh, orang Tionghoa akan jarang sekali membuka usaha, pindah rumah dan resepsi pernikahan karena ditenggarai memiliki potensi kurang baik dan ketidakberuntungan.

Arwah yg memiliki keluarga dipercaya akan kembali pulang ke rumahnya masing-masing-masing.

Sedangkan arwah yang tidak memiliki keluarga akan terlantar. Warga Tiongoa lalu memberi persembahan kepada mereka berupa makanan pakaian dan buah-buahan serta uang kertas agar arwah yang tidak memiliki keluarga merasa tenang dan tidak mengganggu alam manusia.

Sembahyang rebut ini memiliki satu ciri khas. Di tengah-tengah Kelenteng dibangun Thai Tse Ja (Thai – yang paling Berkuasa; Tse – Orang Meninggal ; Ja – Raja ) adalah Raja Akhirat.

Penampilan patung Thai Tse Ja dalam keadaan duduk, tangan kiri memegang buku dan tangan kanan memegang pena. Diyakini Thai Se Ja sedang mencatat arwah gentayangan di bumi.
Patung ini bertempat di halaman Klenteng.

Terdapat aneka persembahan seperti umbi-umbian, kacang, sayuran dan buah di depan altar Thai Se Ja. Sajian sebagai hidangan bagi arwah sebelum kembali ke akhirat.

Persiapan perayaan sembahyang rebut ini memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya besar. Patung Thai Se Ja yang semakin besar dan tinggi, perlambang kemakmuran lingkungan setempat. Patung terbuat dari kain atau kertas lima warna ( biru, hijau, merah, kuning dan jingga). Kerangka bambu, dengan pundak Thai Se Ja dipasang payung dan bendera perlindungan. Bendera tertulis ” Lin atau Liang” yang berarti manjur.

Payung yang menghiasi pundak Thai Tse Ja dikenal dengan “Payung Kramat” menjadi salah satu barang lelang. Dipercaya membawa kemakmuran dan pelindungan. Dana lelang masuk ke kas Klenteng.

Puncak sembahyang Rebut dibukanya kain atau kertas merah penutup mata patung. Ritual ini dikenal dengan Khoi Kong. Ada sebuah harapan akan kebaikan yang tercermin pada tulisan di dada Thai Tse Ja yaitu Hap Ka ( Ham Cung) Phin On – Kesejahteraan untuk seluruh warga masyarakat .

Persembahan di altar Thai Tse Ja akan diperebutkan oleh masyarakat. Setiap orang harus mendapatkan, walaupun hanya sebutir beras.

Ritual rebut diadakan pada tengah malam, jam 00.00 WIB. Setelah aba-aba diberikan, maka masyarakat dapat berebut persembahan altar. Hal inilah yang membuat sembahyang ini dikenal dengan sembahyang Rebut.

Pada ritual ini terdapat keunikan, setiap peserta berusaha mendapatkan apapun. Dipercaya jika tidak memperoleh sesuatu, maka akan memperoleh kemalangan.

Namun sebaliknya, jika memperoleh dalam jumlah yang banyak, akan memperoleh rezeki yang melimpah. Makanan hidangan arwah, dipandang lebih bernilai dibanding makanan biasa.

Menurut kepercayaan, arwah akan pergi ketakutan melihat banyak orang yang agresif ketika berebut persembahan. Sehingga arwah akan cepat segera meninggalkan dunia manusia.

Dalam ritual rebut, selain mengambil persembahan, ada suatu benda unik yang menjadi daya tarik yaitu Fung Pu ( Kain Merah). Kain ini disembunyikan di antara persembahan. Ini melambangkan keberuntungan. Dapat dijual kembali dengan harga tinggi.

Setelah selesai, patung Thai Se Ja pun segera dibakar. Ini sekaligus sebagai pertanda bahwa arwah telah dibawa pulang oleh Thai Se Ja ke akhirat.

Latar belakang Sembahyang Rebut adalah kisah bakti seorang anak bernama Bok Lian. Setelah ibunya meninggal, Bok Lian pergi menghadap ke Raja Akhirat membawa sebuah bendera sakti pemberian gurunya.

Dalam perjalanan ke akhirat, bertemulah ia dengan beberapa arwah sedang menjalani hukuman.

Setelah sampai di hadapan Raja Akhirat, Bok Lian memohon kepada Raja Akhirat untuk mengampuni ibunya. Raja menyetujui dengan syarat Bok Lian mau menggantikan hukuman ibunya selama 1 bulan lamanya.
Sehubungan dengan keputusan ini, Raja Akhirat pun memutuskan untuk menangguhkan hukuman arwah selama setengah bulan dan membuka pintu akhirat. Dari sini, orang Tionghoa menyelenggarakan sembahyang rebut untuk memberikan persembahan bagi arwah.

King and Queen Maker

Selain menggelar Festival Sembahyang Rebut yang bakal spektakuler dan fenomenal dengan 56 Phang Siku, Same Same Organizer telah berjasa bagi Negeri Laskar Pelangi, karena berhasil mengantarkan dan melahirkan National King and Queen. “Same Same Organizer bangga bisa mengharumkan Negeri Serumpun Sebalai di dunia pageant dan pariwisata lainnya. Tahun 2018 ini kita bersyukur menjadi King & Queen Maker. Ini semua berkat kejasama semua pihak,” kata Santo.

King and queen yang dilahirkan oleh Same Same EO antara lain Sonia Fergina Citra menjadi Puteri Indonesia 2018 dan Desember 2018 nanti akan berkontestasi di Miss Universe 2018. Di pageant usia remaja, Same Same Organizer telah mengantarkan Gracella Angellyca menjadi Miss Indonesia Girl 2018.

Dan yang terakhir, selain menggelar Mister Indonesia 2018 di Tanjung Pesona Beach and Resort, Same Same Organizer juga mengantar Okka Pratama menjadi Mister Indonesia 2018.

“Lengkap sudah Same Same Organizer menjadi Babel King and Queen Maker di tingkat nasional,” ungkap Santo seusai Grand Final Mister Indonesia. (*)