banner 728x90

Anak – Anak SLB Negeri Muntok Tampil Memukau dengan Tarian Melayu Bangka

banner 468x60
FacebookTwitterWhatsAppLine

* Guru Pembimbing : Baju yang Mereka Pakai Mereka Jahit Sendiri

MUNTOK, LASPELA – Kekurangan bukan halangan bagi anak – anak Sekolah Luar Biasa ( SLB ) Negeri Muntok untuk berkarya. Empat orang anak penyandang tuna grahita, tuna rungu dan IQ rendah ini bahkan mampu memukau para hadirin dalam acara puncak peringatan Hari Keluarga Nasional ( Harganas ) ke – XXV tingkat Provinsi Kepulauan Bangka Belitung di Lapangan Gelora, Muntok, Bangka Barat, Rabu ( 18/7/2018 ) siang.

banner 325x300

Tepuk tangan dan sambutan meriah mereka dapatkan usai membawakan tari kreasi melayu. Bahkan Wakil Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Abdul Fatah dan Bupati Bangka Barat H. Parhan Ali menyempatkan diri untuk bersalaman dan berfoto bersama anak asuh Guspita Sari tersebut.

20180718_103709.jpg

” Mereka ini penyandang tuna grahita, tuna rungu, tuna wicara dan IQ yang rendah, jadi kalau diajarin suka lama. Orang – orang yang IQ rendah susah memahami sesuatu, tapi kalau hal – hal yang berhubungan dengam seni, atau keterampilan mereka semuanya bagus, apalagi penyandang tuna grahita, dia pernah menjadi juara tingkat nasional lomba bercerita,” guru pembimbing SLB Negeri Muntok, Guspita Sari kepada Laspela di Lapangan Gelora Muntok, Rabu ( 18/7 ).

Proses latihan anak asuhnya ini kata Guspita, hanya empat hari. Hal itu disebabkan request untuk tampil baru mereka terima hari Jum’at, ( 13/7 ), sedangkan surat resminya mereka terima hari Senin ( 16/7 ). Namun hal tersebut bukan halangan bagi anak – anak ini untuk tampil menarikan gerak tari melayu Bangka.

” Jadi kita baru sempat empat kali latihan. Tapi memang mereka anak – anak yang pintar. Alhamdulillah mereka luar biasa, latihannya tidak seperti tadi. Mungkin tadi semaksimal mereka bisa menampilkannya, luar biasa,” ungkapnya.

20180718_110533.jpg

Menurut Guspita, anak asuhnya tidak merasa takut tampil didepan umum. Bahkan hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Kesulitan yang ditemui Guspita saat melatih anak – anak ini menari pun tidak banyak.

” Kesulitannya paling menyamakan gerakan mereka satu sama lain, karena mereka kan sulit fokus, terus karena mereka tidak mendengarkan musik, jadi mereka benar – benar harus berpatokan sama pelatihnya yang memberikan aba – aba, karena mereka kan bukan mendengarkan tapi menghitung. Kalau kesulitan lain tidak ada,” tutur Guspita.

Tidak hanya menari, keempat anak ini ternyata menjahit kostum menarinya dengan tangan mereka sendiri. Dengan menggunakan mesin jahit, mereka dengan terampil bisa membuat kostum menarinya dengan hasil yang bagus.

” Baju – baju yang mereka pakai itu hasil jahitan mereka sendiri. Kalau menjahit, sekarang karena mereka sudah terbiasa satu hari bisa selesai. Mulai dari mengukur sendiri, motong, pokoknya semuanya. Kita tinggal kasih bahan, selesai bajunya,” papar Guspita. ( SK )

banner 325x300
banner 728x90
Exit mobile version