PERFILMAN Indonesia belakangan sedang bergairah dengan hadirnya film-film berkualitas. Salah satu yang patut dinanti adalah sebuah film yang mengangkat soal Pancasila berjudul LIMA.
Film yang diproduksi oleh Lola Amaria Production dan menyuguhkan lima cerita tersebut mengingatkan kembali pentingnya Pancasila. Bukan Cuma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan di dalam kehidupan setiap keluarga Indonesia Pancasila dapat diterapkan untuk mengikat persaudaraan juga menyelesaikan berbagai masalah.
Selain Lola Amaria, empat sutradara lain yang terlibat di film ini adalah, Shalahuddin Siregar, TikaPramesti, Adriyanto Dewo, dan Harvan Agustriansyah.
Masing-masing sutradara mengembangkan satu tema cerita yang memiliki benang merah dengan lima sila dalam Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima cerita yang dibangun lima sutradara ini membentuk satu kesatuan utuh dalam film Lima.
Menurut Lola, membuat film Lima merupakan tantangan baru. Ia mengaku tidak mudah menyatukan lima sutradara dalam satu film. “Saya harus mengikuti proses kreatif dari awal. Men-support masing-masing director tanpa harus over budget,” ujarnya dilansir LASPELA dari laman detik.com.
Film Lima bercerita tentang sebuah keluarga yang masing-masing anggota keluarganya memiliki masalahnya tersendiri. Masalah-masalah mereka memiliki ‘kedekatan’ dengan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Mereka bergelut dengan permasalahannya, dan pada akhirnya semua kembali ke lima hal mendasar yang menjadi akar kehidupan mereka dan kita, yaitu Tuhan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah, dan Keadilan.
“Film ini mengangkat cerita nilai-nilai Pancasila, antara satu cerita dengan cerita lain saling berkaitan,” jelas Lola.
Ia tertarik mengangkat nilai-nilai Pancasila dalam sebuah film, karena menurutnya belakangan ini isu soal kebinekaan dan agama di kehidupan sosial berembus sangat kencang. Tak jarang isu ini memecah-belah persatuan anak-anak bangsa. Ia berharap film ini bisa menjadi pengingat.
“Pancasila bukan untuk dihafalkan, tapi bagaimana cara kita menggunakan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Di mana kita harus bisa menerima keberagaman, toleransi, kemusyawarahan,” katanya.
“Sekarang banyak orang tidak berperikemanusiaan, mencuri belum tentu salah sudah dihakimi massa, ada pasangan lagi makan digerebek, mereka sudah kehilangan akal sehat,” lanjutnya.
Dalam film Lima, kisah Lola, Pancasila tidak divisualisasikan dengan adegan-adegan heroik, tapi film ini mencoba menggambarkan bagaimana sebuah keluarga berjuang menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
“Tentang sebuah keluarga yang punya tiga orang anak dan satu pembantu yang masing-masing mewakili sila satu sampai lima,” ujarnya.
Skenario film Lima ditulis Tittien Watimena dan Sinar Ayu Massie, dibintangi Prisia Nasution, Yoga Pratama dan beberapa pendatang baru.
Proses pembuatan film Lima sejak Oktober 2017, mulai syuting 4 Februari 2018, dijadwalkan rilis bioskop bertepatan dengan hari lahir Pancasila, 1 Juni 2018.
Editor: Stefanus H. Lopis