Oleh: Agus Ismunarno
LEMHANAS, Lembaga Ketahanan Nasional menyelenggarakan Acara Focus Group Discussion (FGD) Kajian Jangka Panjang Ditjian Politik Tahun Anggaran 2018 tentang “Aktualisasi Kepemimpinan Negarawan Di Lingkungan Kader Partai Politik Guna Terwujudnya Etika Politik dalam Rangka Ketahanan Nasional” di Hotel Santika, Bangka Tengah, 26 April 2018.
FGD menampilkan Dr. (HC) Erzaldi Rosman Djohan, S.E., M.M. (Gubernur Kepulauan Bangka Belitung) direpresentasikan oleh Syahruddin, Didit Srigusyaja, S.H., M.H. (Ketua DPRD Babel), H. Widiono, S.H., M.B.A., M.H. (Ketua Pengadilan Tinggi Babel) dan Dr. Ibrahim, M.Si. (Dekan FISIP Universitas Bangka Belitung). Sedang Para Penanggap/Pembahas, Brigjen Pol Syaiful Zachri (Kapolda Babel), Kolonel Inf Abdurrahman (Danrem 045 / Garuda Jaya), Bambang Patijaya, S.E., M.M. (Tokoh Masyarakat Babel), Agus Ismunarno (Tokoh Media Massa Babel) dipandu Moderator: Bapak Sandy Pratama, S.I.P., M.Si., Dosen Ilmu Politik FISIP Universitas Bangka Belitung. Saripati Materi FGD akan diturunkan dalam beberapa tulisan.
Rekrutmen Instan
REKRUTMEN calon kepala daerah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat secara umum masih dilaksanakan secara instan, belum berdasarkan rekrutmen internal partai politik yang telah berproses dalam jenjang kaderisasi yang kemudian menghasilkan calon pemimpin berkualitas.
“Rekrutmen cenderung mengandalkan kualitas calon pemimpin dari luar parpol, bahkan relatif tergantung seberapa besar “mahar politik” yang tersedia agar seseorang dapat dicalonkan dalam pemilu.
Selain itu, fenomena yang terjadi saat ini adalah mengedepannya kepentingan kelompok/individu dibandingkan kepentingan masyarakat yang ditandai dengan banyaknya kepala daerah hasil pemilu yang tertangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Plh. Deputi Pengkajian Strategik, Brigjen Pol Drs. Basuki, M.M mengawali FGD.
Setidaknya, rinci Basuki, di sepanjang tahun 2017 ini dari berbagai OTT yang dilakukan oleh KPK, ada 5 (lima) kepala daerah yang terjaring atas dugaan tindak pidana korupsi.
Sementara itu kondisi ekonomi wilayah, kesejahteraan masyarakat, pendidikan, dan pembangunan masih rendah, artinya bahwa para pemimpin belum memiliki ciri-ciri kepemimpinan negarawan.
Basuki mencatat, “Di sisi lain orientasi masyarakat belum sepenuhnya memilih pemimpin didasarkan pada pertimbangan rasional, sehingga mendorong suburnya praktik money politics. Manajemen partai politik juga belum berdasarkan pengelolaan organisasi yang modern-rasional dengan mengedepankan merit system, cenderung mengedepankan pencalonan berdasarkan kekuatan modal capital yang berpotensi menutup peluang kader-kader internal parpol yang berkualitas.”
Mencermati fenomena tersebut, Basuki menyimpulkan, hal penting yang menjadi permasalahan adalah bagaimana aktualisasi kepemimpinan negarawan di lingkungan kader Partai Politik guna terwujudnya etika politik dalam rangka Ketahanan Nasional, karena fungsi Partai Politik sebagai sarana kaderisasi dan rekrutmen pemimpin belum berjalan sebagaimana mestinya, kondisi ini apabila terus terjadi maka akan berdampak pada Ketahanan Nasional.
Tim penyusun kajian merumuskan ada beberapa sebab timbulnya masalah antara lain: (1) Belum optimalnya sistem pengkaderan dan rekrutmen kader Partai Politik, sehingga belum berhasil mewujudkan pemimpin negarawan yang beretika politik, (2) rendahnya kualitas moral dan etika politik pemimpin kader Partai Politik yang masih mementingkan kepentingan pribadi dan kelompoknya dibandingkan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. (3) Tingginya biaya politik baik Pilkada/Pilpres maupun biaya menyiapkan kader partai untuk menjadi pemimpin. (4) Belum seluruh Partai Politik memiliki sarana dan prasarana pendidikan/ sekolah politik. (ags)