banner 728x90

Refleksi Hari Kartini: Perempuan Harus Lebih Berperan Dalam Entitas Kemodernan

RA Kartini | Istimewa
banner 468x60
FacebookTwitterWhatsAppLine

HARI KARTINI merupakan hari dimana para perempuan patut berkontemplasi mengenang  perjuangan Kartini tentu sekaligus merenungkan peran perempuan di era modern saat ini. Hari Kartini ini telah ditetapkan sejak tanggal 4 Mei 1964 oleh presiden Soekarno. Semasa hidupnya, Kartini telah memperjuangkan hak-hak perempuan melalui sekolah Kartini dan penulis buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”.

Dalam momentum ini sangat patut untuk direnungkan, terutama bagi perempuan. Bagaimana perempuan berperan dalam segala bidang. Baik ekonomi, politik, hukum, keamanan, dan pertahanan. Ibu Kartini  membuktikan bahwa perempuan harus berperan dalam bidang-bidang tersebut. Bagaimana menjadi perempuan terampil, bagaimana menjadi perempuan mandiri, dan entitas kodrati hanya berada pada persoalan rumah tangga. Kartini membuktikan bahwa perempuan masa kini harus mempunyai hak dalam entitas kemodernan.

banner 325x300

Raden Ajeng (RA) Kartini dalam sebuah suratnya yang diterjemahkan Sulastin Sutrisno mengisahkan tentang bagaimana kaum perempuan menjadi hina jika berstatus tidak kawin pada masa itu.

“Orang mencoba membohongi kami, bahwa tidak kawin itu bukan hanya aib, melainkan dosa besar pula. Telah berulang kali itu dikatakan kepada kami. Aduhai! Dengan menghina sekali orang sering kali membicarakan perempuan yang membujang,” kata Kartini dalam catatannya.

Kawin menjadi standar seorang perempuan dihargai di masa lampau. Mirisnya banyak kaum perempuan yang kawin bukan karna kehendak sendiri tetapi justru karena tuntutan budaya.

Kartini berkisah “Kami anak-anak perempuan tidak boleh mempunyai pendapat, kami harus menerima dan menyetujui serta mengamini semua yang dianggap baik oleh orang lain. Bahwa tahu, mengerti, dan menginginkan itu dosa bagi anak perempuan”.

Lalu apakah nasib yang dialami kartini dan perempuan di masa lampau masih di alami kaum perempuan di masa kini?

Council of Foreign Relations mencatat, Indonesia merupakan salah satu dari sepuluh Negara atau tepatnya di urutan ketujuh dengan angka absolut pengantin anak tertinggi di dunia, dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerjasama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2016 telah melakukan riset mengenai jenjang pendidikan yang ditempuh perempuan usia 20 – 24 tahun berstatus pernah kawin yang melakukan perkawinan di bawah atau di atas 18 tahun.

Hasilnya cukup memprihatinkan. Sebesar 94,72% perempuan usia 20 – 24 tahun berstatus pernah kawin yang melakukan perkawinan di bawah usia 18 tahun putus sekolah, sementara yang masih bersekolah hanya sebesar 4,38%.

Hal ini menjadi miris,karena kaum perempuan masih dibayangi momok untuk melakukan perkawinan di usia muda, tidak hanya di zaman Kartini tapi juga di zaman now.

“Perkawinan bukanlah hal yang buruk jika dilakukan di usia yang tepat dengan persiapan kematangan. Perkawinan di usia anak justru akan membawa permasalahan baru bagi kaum perempuan. Dimulai dari hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan, resiko ancaman dari penyakit reproduksi seperti kanker serviks, kanker payudara dan juga hidup dalam keretakan keluarga karena ketidaksiapan mental mereka dalam membangun keluarga, sehingga menimbulkan perceraian”, ungkap Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yembise di Jakarta Jumat (20/4 2018) dilansir dari laman Kedaulatan Rakyat.

“Saya berharap kaum perempuan muda Indonesia mampu menentukan masa depannya dengan mengutamakan pendidikan. Kalian lah para penerus estafet mimpi-mimpi R.A Kartini untuk memajukan bangsa. Kaum perempuan mampu berkarya tidak hanya melulu dengan urusan sumur dapur kasur, tetapi juga di ranah publik. Saya optimis kaum perempuan yang menjadi Kartini masa kini mampu meneruskan mimpi Kartini dimasa yang akan datang”, tambah Yohana.

Tepat dihari peringatan Hari Kartini ini, Menteri Yohana berharap ke depan tidak ada perkawinan yang terjadi pada anak perempuan yang belum siap menjalani perkawinan. “Mari kita stop perkawinan anak, kaum perempuan mampu berdiri di kaki sendiri dan menentukan masa depannya sendiri. Jangan pernah berhenti berkarya kaum perempuan Indonesia,” ungkap Menteri Yohana.

R.A Kartini pun turut berpesan, “Tetapi kalau angkatan muda bersatu, dapatlah kiranya kami dengan kekuatan yang bersatu mewujudkan sesuatu yang baik. Dan terhadap pendidikan itu janganlah hanya akal yang dipertajam, tetapi budipun harus dipertinggi”.

Editor: Stefanus H. Lopis

 

banner 325x300
banner 728x90
Exit mobile version