Oleh: DR. (C) Mimpin Sitepu, S.E., M.M.
Dosen Ilmu Manajemen STIE IBEK – Pangkalpinang,
dan Bekas Pemandu Wisata
MEMBACA tulisan Professor Musa Hubeis di media LASPELA ini di edisi sebelumnya, sebagai bekas mahasiswa dan bimbingan beliau, saya merasa beruntung mendapat input awal yang sangat berharga, tapi di lain sisi menjadi tantangan bagi saya untuk ikut menyumbangkan buah pikiran tentang hal yang sama dalam bentuk tulisan yang lebih mikro.
Tulisan tersebut telah membuka cakrawala yang luas bagi kita tentang bagaimana potensialnya dunia pariwisata itu menjadi sumber devisa bagi sebuah negara, atau daerah yang dapat menangkap peluang-peluang yang telah digambarkan beliau ke arah mana pariwisata yang diminati dunia.
Tulisan ini hanyalah salah satu buah pikiran bagaimana membumikannya di Propinsi Bangka Belitung, yang saat ini sudah nampak ada geliat meskipun ada ketersendatan terutama dalam sinergi antar wilayah, antar bidang usaha dan lain sebagainya.
Nature Bisnis Pariwisata
Sebelum saya menyimpulkan perbedaan nature bisnis pariwisata dengan bisnis lain, pengalaman unik saya ketika sekolah di SLTA bekerja sambil sebagai pemandu turis di Berastagi-Sumatera Utara barangkali dapat membantu pemahaman kita bahwa menjual objek wisata itu berbeda dengan menjual produk lain.
Suatu kali saya mendapat tamu tiga orang turist dari Australia masih muda-muda (zaman itu kami mengenalnya hippis/Happiest) meminta untuk diantar melihat rumah tradisonal di kampung, sekaligus minta kesempatan menginap satu malam.
Singkat cerita, saya antarkan mereka ke salah satu rumah adat yang isinya 8 rumah tangga, dan malam mereka menginap di rumah tersebut dan setelah mereka nyaman menginap, saya pulang ke rumah sendiri.
Ketika pagi-pagi saya jemput mereka, saya melihat mereka saling memandang satu sama lain dan tersenyum. Sementara saya ketakutan setelah tau bahwa masing-masing hidung mereka yang tadinya kumisnya warna grey menjadi hitam. Ketika ditanya apa penyebabnya, saya dengan cepat menjawab/ngeles “This is the uniqueness of you are staying overnight in this Traditional House…”
Kemudian saya ajak mereka mandi ke pancuran dengan alasan kita segera ke tujuan lain. Tanpa banyak lagi pertanyaan, dan saya merasa tenang bahwa kejadian itu sudah terlupakan, tetapi yang mengejutkan bahwa 3 bulan kemudian saya mendapat tamu dari negara yang sama, minta diantar dan tidur di tempat yang sama dengan temannya terdahulu.
Ternyata kata-kata saya “… the uniqueness…” itu tertanam di benak mereka (walaupun sebenarnya adalah karena malam itu penyebabnya adalah sumbu lampu teplok yang digunakan malam itu terlalu panjang dan menyebabkan asapnya tebal dan masuk ke hidung mereka).
Dari cerita singkat tapi fakta di atas, pada saat itu juga saya sudah mempunyai kesimpulan bahwa menjual pariwisata itu adalah sangat tergantung bagaimana kita menjual, bukan apa yang kita jual. “It is not what you sell, but it is how you sell”
Dari trend pariwisata yang ditulis Prof Musa Hubeis, kita juga dapat menangkap bahwa yang dicari para turist adalah Experience (pengalaman) yang baru, menantang, unik dan lain sebagainya.
Di sekitar kitapun mulai bisa kita amati bahwa banyak objek wisata yang dijual dan laku jika dipandang dengan kacamata normal sepertinya tidak wajar. Kita bisa lihat ada yang menjual lumpur-lumpur sebagai objek bermain lumpur, menjual jalan kaki menelusuri hutan yang seram dan bisa membuat turis nyasar-nyasar, ada yang menjual objek bermain langsung dengan binatang buas, dan lainnya.
Sinergi Tangkap Peluang
Berbicara mengenai peluang pariwisata untuk Bangka Belitung, dikaitkan dengan trend wisata bahwa masih seputar eperiences/pengalaman, kita dengan mudah menginventarisir dari yang ada di depan kita yang mudah dilihat dengan kasat mata. Inventarisasi awal misalnya:
1. Wisata Pantai, tidak dapat dipungkiri bahwa keindahan alam pantai yang belum dipoles pun tidak kurang di negeri Serumpun Sebalai ini. Pantai yang karakternya bersih berpasir putih dan berbatu-batuan adalah tersebar di sepanjang pantai Bangka Belitung. Beberapa tahun lalu, saya pernah bawa teman dari Prancis melihat-lihat pantai. Ketika kami menaiki perahu dari pinggir pantai Tanjung Kelayang sampai ke tengah dia bisa lihat pasir putihnya di dasar laut, dia tanya saya sudah berapa lama dikonservasi. Mendengar jawaban saya bahwa belum ada u[aya konservasi, seketika dia bilang “Ow… kamu lebih beruntung dari laut Bunaken yang harus dikonservasi belasan tahun baru dapat kejernihan seperti sekarang…”
2. Wisata Tambang, salah satu tujuan wisata yang bisa menjadi karakter kuat bagi propinsi yang kita cintai ini, karena belum banyak memanfaatkan bekas-bekas pertambangan di dunia ini di manfaatkan menjadi objek wisata. Khususnya di Indonesia, baru ada tujuan Wisata Tambang Swah Lunto di Sumatera Barat dan Glasberg di Papua sampai kebanjiran tamu wisata.
Bekas tambang kita di Bangka Belitung sangat beda dengan bekas tambang lain, terutama dari sisi polusi kita jauh lebih bersih (tambang kita tidak menggunakan kimia apapun dan hasilnya tidak menimbulkan polusi beracun), juga dari sisi penataan lingkungan bekas tambang mineral seperti di daerah Bangka Belitung jauh lebih mudah membuatnya Indah dalam bentuk kolong-kolong yang tertata.
Untuk bekas tambang yang ada di Bangka Belitung, pernah juga terbersit di benak saya jika dimulai dengan melakukan vestivalvestival melimbang antar daerah, antar kabupaten, sampai antar negara, karena semua negara yang wilayahnya ada tambang mineral, mengenai apa yang dinamakan melimbang Wisata Tambang Laut misalnya, adalah punya experience sendiri jika turis dapat melihat serta menyaksikan Kapal Keruk sedang beroperasi, karena Kapal Keruk itu sendiri sebetulnya sudah punah di dunia ini, keberadaanya tinggal yang dimiliki oleh PT Timah saat ini.
3. Agro Wisata, propinsi Bangka Belitung masih sangat layak menjual bagaimana experience memetik lada dengan cara-cara yang tradisional diikuti dengan dendang lagu-lagu dambus yang mendayu-dayu penyampai rasa pilu….ah jangan kata orang lain sayapun masih selalu ingin merasakan suasana itu.
4. Wisata Halal atau biasa juga disebut wisata syariah peluangnya di dunia semakin meningkat. Survei Thomson Reuther dan Dinar Standard menunjukkan belanja masyarakat Muslim di dunia, selain haji dan umrah, mencapai 137 miliar dolar AS pada 2012. Diproyeksikan mencapai 181 miliar dolar AS tahun 2018. Angka ini menggambarkan besarnya potensi wisata syariah. Banyak faktor pendukung teridentifikasi. Penduduk Muslim Indonesia merupakan pasar industri wisata syariah terbesar di dunia. Bahkan, warga Indonesia menjadi target wisata syariah Malaysia, Thailand, dan Jepang.
Bangka Belitung mempunyai keunggulan komparatif sangat besar dalam menangkappeluang wisata Syariah ini. Letak geografisnya di khatulistiwa bersuhu tidak terlalu ekstrim. Keindahan alam terbentang sepanjang pesisir, budayanya yang kental Melayu dengan nuansa religius, dan mayoritas penduduknya memang didominasi Islam tapi masih dapat menerima agama dan budaya lain (ini satu keunggulan komparatif yang sulit ditandingi)
Mungkin masih banyak potensi peluang lainnya dalam industri pariwisata yang dapat ditangkap masyarakat Bangka Belitung melalui kebijakan pemerintahnya sebagai enabler, tetapi jika saja keempatnya dapat disinergikan untuk semua berusaha menangkap peluang dengan basis pengelolaan sistim partisipasi rakyat, saya yakin dan percaya masyarakat Bangka Belitung akan jauh lebih punya peluang menambah kemakmurannya di masa-masa akan datang.
Sinergi yang perlu dilakukan pemerintah adalah, bagaimana agar seluruh kapasitas usaha dan potensi alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ke depannya harus menjadi derah tujuan wisata terbaik. Terlalu besar energi kita disia-siakan hanya untuk mempertentangkan satu sama lain tanpa ada ujung penyelesaiannya, sementara sesungguhnya semua dapat disinergikan mencapai tujuan yang jauh lebih besar.
Kita semua menyadari bahwa kata sinergy itu adalah mudah terucap tapi sulit dilakukan, tetapi kita juga paham bahwa sulit bukanlah kata akhir mengatakan tidak bisa. Memang tugas berat seorang pimpinan adalah melakukan sinergi.
Yang saya bayangkan, jika saja kepala daerah sekelas Gubernur membuat satu kebijakan bahwa Tahun 2022 Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus sudah menjadi daerah tujuan wisata terpopuler, lalu diikuti perangkat kebijakan operasional bahwa semua bidang usaha sudah menyiapkan arah akhir dari usahanya mendatangkan tamu wisata, maka makmurlah negeri ini.
Sebagai salah satu contoh saja, biarkan usaha pertambangan berjalan pada zonasinya, dengan catatan usaha akhir dari zona pertambangannya siap menarik para wisatawan, sehingga bekas-bekas galian harus berakhir menjadi pemandangan yang indah.
Sinergi akan sukses jika ada integrator yang punya kewenangan kuat, tapi kekuatan kewenangan berpihak kepada keadilan dan kemaslahatan masyarakat yang lebih luas. Semoga tulisan ini bermanfaat setidaknya pemicu awal dalam keinginan bersinergi dan mendorong pemangku kepentingan untuk melakukan kajian lebih mendalam.