PANGKALPINANG, LASPELA- Komisi VI DPR RI melakukan kunjungan kerja (kunker) hari keduanya di Bangka Belitung (Babel) dengan bertatap muka bersama pihak BUMN yang ada Babel diantaranya PT. Timah, Pertamina dan PLN, yang digelar di Griya Timah, Selasa (19/12/2017).
Pada kunjungan kerja tersebut, Komisi VI DPR RI yang membidangi semua permasalahan berkaitan dengan ekonomi ini ingin mengetahui permasalahan-permasalahan yang saat ini dihadapi Bangka Belitung.
Hal tersebut disampaikan anggota Komisi VI DPR RI, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono, bahwa Kunker kali ini ingin lebih tahu masalah yang dihadapi Babel saat ini.
“Dalam kunjungan ini kami ingin mengetahui permasalahan yang ada di Bangka Belitung, dimana sebenarnya Babel sangat strategis karena dilewati poros maritim dunia yaitu Asia Timur ke Austrlia dan Australia ke Eropa dan juga poros maririm domestik sehingga Babel sangat memiliki potensi,” ujarnya.
Bambang menyampaikan, apalagi dengan adanya perkebunan, perikanan, pertanian bahkan timah dan lada yang merupakan terbaik didunia, tak ada keraguana hanya seperti apa kontribusi dan pemanfaatan badan BUMN perbankan dll melihat kondisi tersebut.
“Dari sekian banyak Potensi yang dimiliki, kita ingin tahu sudahkah kinerja BUMN di Babel memberikan kontribusi kepada masyarakat setempat,” tanya politisi Gerindra itu.
Disampaikan Bambang, Komisi VI DPR RI menyoroti beberapa hal diantaranya masih mahalnya listrik yang ada di Bangka Belitung. Hal tersebut sangat disayangkan karena listrik amat penting, apalagi Gubernur berniat menjadikan Babel sebagai Kawasan Industri. Dimana keinginan tersebut cocok sekali karena kwasan industri harus terintegrasi dengan kepelabuhan.
“Nanti akan kita lihat ,karna pelabuhan penting sebagai sarana lalu lalang kapal angkut, kondisi saat ini Kepelabuhan laut dan kepelabuhan fery harus dilakukan pengerukan agar kapal-kapal besar dapat masuk, sehingga harus dilakukan pengerukan,” ungkapnya.
Selain itu juga, Bambang menyoroti komitmen reklamasi yang digaungkan PT Timah pasca tambang dan program hulu hilir yang harus lebih efektif.
“PT. Timah harus dapat memproduksi hilir, yang mana saat ini hilir hanya 5% menggunakan produksi hulu ,karena produksi hulu 95 % dikirim keluar itu perlu dirubah, agar PT Timah lebih surplus,” katanya.
Ia juga berharap pertamina dan pemerintah dapat tegas dengan status pertamini yang masih belum jelas. “Kalau mau dilegalkan ya dilegalkan berikan surat izin jangan tidak jelas seperti ini,” tegasnya. (Wa)