JAKARTA, LASPELA– Komisioner Bidang Kesehatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sitti Hikmawatty mengatakan, vaksinasi adalah hak anak. Orangtua pun wajib memberikan imunisasi kepada anak sejak kecil.
Menurutnya, saat ini masih banyak orangtua, bahkan guru menganggap imunisasi bukan hak anak melainkan hak orangtua. Padahal secara undang-undang itu salah. “Jika orangtua tidak melakukan imunisasi kepada anak, itu pelanggaran hak kemanusiaan,” kata Sitti dihubungi Antara, Rabu (6/12-2017).
Pernyataan itu dikemukakan, menanggapi data Kementerian Kesehatan yang menyebutkan 66 persen kejadian luar biasa difteri 2017 karena pasien tidak diimunisasi.
Dia mengatakan, keraguan atas kehalalan vaksin menjadi salah satu faktor orangtua enggan memberikan anaknya vaksinasi. Padahal menurut MUI, kata dia, demi kemaslahatan bersama, vaksin dapat digunakan. Kalau kondisinya sudah seperti sekarang ini, ya vaksin sudah harus dilakukan karena untuk kemaslahatan umat.
“Penyakit difteri menyebar lewat udara. Bayangkan jika satu siswa terjangkit penyakit tersebut kemudian dia bersin, teman-temannya bisa ikut terjangkit. Maka jika ada satu saja kasus difteri akan disebut sebagai kasus kejadian luar biasa (KLB),” kata Sitti.
Selain itu, kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai imunisasi juga memicu orangtua menolak anaknya diberi imunisasi. Padahal vaksin DPT yang salah satunya membentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit difteri menjadi vaksin wajib yang diberikan untuk balita. Sejak usia dua bulan bayi harus diberikan vaksin DPT.
Sitti mengatakan, orangtua juga ada yang menolak imunisasi karena efek samping dari vaksinasi tersebut. Memang, kata dia, vaksinasi DPT mempunyai efek samping seperti demam, tetapi itu hanya berlangsung dalam dua hingga tiga hari.
Vaksin DPT juga salah satu dari lima vaksin dasar yang harus diberikan negara kepada warga negaranya. “Saya mengimbau masyarakat percaya apa yang diupayakan negara untuk melindungi warga negaranya. Pemberian vaksinasi langkah pencegahan yang lebih baik dibandingkan mengobati dan rehabilitasi,” kata Sitti.
Dia juga menyarankan orangtua mendengarkan pendapat anak dalam pemberian vaksinasi karena ada beberapa kasus anak mau diimunisasi tetapi orangtua melarang. “Saya mohon orangtua menyadari dampak yang akan dirasakan anak jika tidak diimunisasi, walaupun orang tua pasti bertanggung jawab membawa anak ke dokter apabila anaknya sakit,” kata Sitti.
Pada Januari hingga November 2017 tercatat 593 kasus difteri terjadi di Indonesia dengan angka kematian 32 kasus. Kasus tersebut terjadi di 95 kabupaten-kota pada 20 provinsi. Data Kementerian Kesehatan juga menyebutkan kasus difteri yang ditemukan sepanjang 2017 tidak terbatas usia. Termuda 3,5 tahun, tertua 45 tahun.
Penularan difteri juga diketahui terjadi tidak tergantung musim. Sepanjang Januari hingga November 2017 terus terdapat laporan kasus difteri. Karena itu, Kementerian Kesehatan menyatakan imunisasi difteri sebagai langkah pencegahan utama penyakit tersebut harus dilakukan. (harnas)
Editor: Stefan H. Lopis