BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengatakan kecurangan dalam program jaminan kesehatan bisa dilakukan siapa saja. Namun, pihak BPJS menyebut telah berupaya mencegah kemungkinan terjadinya kecurangan tersebut.
Direktur Kepatuhan, Hukum, dan Hubungan Antar Lembaga BPJS Kesehatan Bayu Wahyudi mengatakan, terdapat berbagai pihak yang berpotensi melakukan kecurangan dalam program JKN-KIS. Berbagai pihak itu mulai dari peserta, fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan hingga penyedia obat dan alat kesehatan.
“Tindak kecurangan bisa dilakukan siapa saja, BPJS Kesehatan telah melakukan upaya pencegahan, pendeteksian dan penanganan pada setiap pihak yang berpotensi melakukan kecurangan,” kata Bayu saat menerima audiensi Indonesian Corruption Watch (ICW) di Kantor Pusat BPJS Kesehatan seperti dalam siaran persnya, Jumat (15/9/2017).
Bayu Wahyudi mengapresiasi langkah ICW dalam melakukan pengawasan terhadap program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Bayu menandaskan, pengawasan yang dilakukan ICW terhadap stakeholder yang terlibat dalam program JKN-KIS membuktikan bahwa memang keberhasilan program JKN-KIS bukan serta merta dilakukan oleh BPJS Kesehatan, namun oleh semua pihak.
“Ada banyak pihak yang mengawal pelaksanaan program JKN-KIS, mulai dari tingkat Satuan Pengawas Internal (SPI), Dewan Pengawas, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pengawas Keuangan (BPK), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), hingga KPK serta setiap tahun BPJS Kesehatan diaudit Kantor Akuntan Publik (KAP).
Pengawasan berlapis tersebut merupakan salah satu kunci optimalisasi good governance di lingkungan BPJS Kesehatan,” ujar Bayu.
Sebagai bentuk komitmen dan keseriusan dalam pencegahan kecurangan dalam Program JKN-KIS, BPJS Kesehatan telah bekerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Kesehatan membentuk Tim Satgas Penanganan Kecurangan dalam Program JKN, serta mengembangkan sistem teknologi informasi yang dapat mencegah dan mendeteksi berbagai indikasi potensi kecurangan pada Juli lalu.
Selain itu juga, jelas Bayu, BPJS Kesehatan juga membentuk unit kerja bidang Managemen Utilisasi dan Anti Fraud baik untuk layanan primer maupun layanan rujukan.
Unit tersebut bertugas membangun sistem pencegahan kecurangan JKN-KIS dan sosialisasi pencegahan kecurangan kepada internal dan eksternal. Tim Pencegahan Kecurangan telah dibentuk di seluruh Kantor Cabang BPJS Kesehatan, ujarnya.
Dijelaskan Bayu, pihaknya juga tengah mengembangkan aplikasi deteksi potensi kecurangan melalui data klaim. BPJS Kesehatan juga mendorong fasilitas kesehatan untuk membentuk tim pencegahan kecurangan di masing-masing rumah sakit.
“Dalam menyelenggarakan program JKN-KIS, BPJS Kesehatan tidak dapat berjalan sendiri tanpa dukungan masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, manajemen fasilitas kesehatan, tenaga medis, mitra perbankan, dan stakeholders lainnya. Ke depannya kami berharap, semua pihak dapat bersama-sama mengawal dan mengawasi program JKN-KIS ini agar bisa terus mengalirkan manfaat kepada yang membutuhkan,” ujar Bayu.
Sebelumnya, ICW merilis data tren korupsi kesehatan pada periode 2010—2016 yang menyatakan dana jaminan kesehatan menjadi nomor urut dua terbesar sebagai objek korupsi di sektor kesehatan.
Pada periode 2010-2016 tersebut, kerugian negara dari korupsi dana jaminan kesehatan tersebut mencapai Rp62,1 miliar.
“Hasil pemantauan kami sebelumnya, dana jaminan kesehatan berada pada posisi paling buncit dari 10 objek korupsi kesehatan terbesar. Setelah penerapan BPJS kesehatan, korupsi dana jaminan kesehatan diduga semakin banyak,” ujar Koordinator Divisi Kampanye Publik ICW, Siti Juliantari Rachman. (bbs/stf)
Editor: Stefan H. Lopis