TEKANAN terhadap Myanmar untuk mengakhiri aksi kekerasan yang menyebabkan lebih dari 300.000 muslim Rohingya mengungsi ke Bangladesh memuncak setelah PBB meminta agar rakyat sipil dilindungi di negara itu.
Pada saat yang sama, Bangladesh juga meminta bantuan internasional untuk menangani krisis kemanusiaan akibat kebanjiran pengungsi.
Pemerintah Myanmar yang penduduknya beragama Budha menyatakan, bahwa militer berhadapan dengan para teroris yang melakukan serangan.
Militer Myanmar berdalih melakukan serangan balik pada 25 Agustus untuk melindungi rakyat sipil, meski banyak kalangan menilai tindakan itu sangat berlebihan.
Seorang pejabat tinggi HAM PBB menyatakan, Myanmar telah melakukan pembersihan etnis melalui serangan militer yang dahsyat atas kelompok muslim Rohingya.
PBB menyatakan pengusiran etnis Rohingya menunjukkan pemerintah dan militer Myanmar tidak melindungi warga sipil.
Sementara itu, Amerika Serikat terus mendukung transisi pemerintahan Myanmar yang didominasi oleh militer ke pemerintahan sipil. Dalam beberapa dekade terakhir militer mendominasi pemerintahan meski akhirnya pemerintahan dikuasai oleh Partai NLD pimpinan peraih hadiah Nobel perdamaian Aung San Suu Kyi.
“Kami meminta militer Myanmar menghormati hukum, menghentikan tindak kekerasan dan menyetop tindakan pengusiran terhadap semua etnis yang bermukim di negara itu,” menurut pernyataan dari Gedung Putih sebagaimana dikutip Reuters, Selasa (12/9/2017).
Pemerintah Myanmar menganggap sekitar satu juta etnis Rohingya sebagai pendatang ilegal dari Bangladesh.
Akibatnya, pemerintah negara itu tidak mengeluarkan status kewarganegaraan mereka. Padahal, etnis Rohingya telah mendiami wilayah itu sejak beberapa generasi.
Editor: Stefan H. Lopis