Soal Pengungsi Rohingya, Mendagri: Tak Mudah Jadi WNI

PEMERINTAH Indonesia mempertimbangkan memberikan kewarganegaraan Indonesia kepada pengungsi Rohingya yang mengungsi di beberapa daerah seperti Sulawesi Selatan, Aceh dan Medan.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia memerlukan proses panjang. Sehingga tidak mudah seseorang mendapatkan atau berpindah kewarganegaraan.

“Itu kan proses. Kalau itu (status kewarganegaraan) pasti perlu proses panjang,” katanya di kantornya, Selasa (5/9) dikutip dari laman merdeka.com.

Terkait pengungsi Rohingya ditampung di wilayah Indonesia, Tjahjo memastikan, pemerintah pusat atau daerah senantiasa memberikan perhatian penuh, baik sandang ataupun pangan.

“Tidak hanya pengungsi Rohingya saja, tapi juga semua yang terdampar itu pasti oleh daerah akan ada perhatian, tapi kan tidak bisa seluruhnya. tidak bisa selamanya. Tapi secara prinsip pemda-pemda menaruh perhatian, menunjukkan rasa solidaritas,” tukasnya.

Sebagai informasi, serdadu pemerintah Myanmar semakin ganas menyerang warga Rohingya di daerah Maungdaw, Buthidaung, dan Rathedaung di Negara Bagian Rakhine. Mereka tidak pandang bulu melepaskan tembakan. Targetnya mulai dari lelaki, perempuan, lansia, hingga anak-anak. Perkampungan mereka turut dibakar.

Keputusan pemerintah Myanmar di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi mengirim ribuan pasukan ke Negara Bagian Rakhine justru membikin situasi semakin memburuk. Tentara Myanmar dianggap melakukan kejahatan seperti membunuh warga sipil, mencuri harta benda, hingga memperkosa warga Rohingya. Kondisi itu diperparah lantaran Myanmar menolak mengizinkan tim pencari fakta dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mendatangi lokasi konflik.

Negara Bagian Rakhine adalah tempat bermukim sekitar 1,1 juta etnis Rohingya. Mereka hidup dalam kondisi miskin dan selalu dipinggirkan oleh penduduk mayoritas Buddha.

Myanmar enggan mengakui mereka sebagai warga negara, sedangkan negara tetangga seperti Bangladesh menganggap mereka pendatang ilegal. (Merdeka)

  Editor: Stefan H. Lopis