KEMENTERIAN Luar Negeri China mengaku belum mengetahui secara detail keputusan Indonesia menamai kembali areal laut di wilayah sengketa Laut China Selatan. China tetap mengklaim kepemilikan hampir seluruh perairan di Laut China Selatan, termasuk bagian wilayah yang dinamai Laut Natuna Utara (North Natuna Sea) oleh Indonesia.
‘’Yang disebut perubahan nama tersebut sama sekali tidak masuk akal dan tidak konduktif bagi upaya standardisasi internasional tentang penamaan tempat. Kami berharap negara terkait bekerja sama dengan China guna mencapai tujuan bersama dan bersama-sama mempertahankan kesamaan sikap atas situasi yang selama ini sulit diwujudkan di Laut China Selatan,” ujar Juru Bicara Kemenlu China, Geng Shuang, Jumat (14/7), dilansir CNN pada Minggu (16/7-2017).
Pekan lalu, Deputi Menteri Kelautan dan Perikanan RI Arif Havas Oegroseno menyatakan, Indonesia berhak menamai bagian laut di wilayah Laut China Selatan itu dengan Laut Natuna Utara karena masuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara ini.
Hukum internasional menyatakan, kawasan ZEE merupakan zona teritorial sebuah negara, maka Indonesia pun berhak melakukannya.
Menurut Arif, Indonesia juga akan terus memperbarui batas wilayah maritim untuk selanjutnya dilaporkan ke Perserikataan Bangsa-Bangsa (PBB). Dengan demikian, setiap negara tahu pemilik wilayah yang sedang dilintasi.
Indonesia bukan negara pertama yang menamai kembali bagian wilayah di Laut China Selatan. Pada 2011, Filipina menamai bagian perairan di Laut China Selatan dengan Laut Filipina Barat.
Dua tahun kemudian, China klaim ini ke Mahkamah Internasional di Den Haag. Pada Juli 2016, Mahkamah Internasional memutuskan berpihak pada klaim Filipina dan menyatakan China tidak memiliki landasan sejarah untuk mengklaimnya.
China tidak terima dan justru menyebut sidang di mahkamah tersebut sebagai lelucon semata. (harnas.co)