Digunakan Kelompok Radikal, Kemenkominfo Blokir Layanan Chat Telegram

Komunikasi terenkripsi tinggi yang dimiliki Telegram kerap digunakan untuk merencanakan teror, namun juga membuat pusing pemerintah. (Foto: REUTERS)

JAKARTA, LASPELA –  Mulai pukul 11.00, Jumat, 14 Juli 2017  aplikasi Telegram diblokir di Indonesia. Pemblokiran dilakukan karena aplikasi pesan instan ini diyakini banyak digunakan kelompok radikal di Indonesia untuk berkomunikasi.

Kementerian Komunikasi dan Informatika membenarkan telah melakukan pemblokiran terhadap website pesan instan global Telegram tersebut. Hal itu dilakukan karena Telegram diindikasikan sering digunakan oleh kelompok radikalis untuk berkomunikasi.

Juru Bicara Kemenkominfo, Noor Iza, membenarkan tentang rencana itu. Menurutnya, saat ini dirinya sedang menyiapkan catatan-catatan terkait rencana pemblokiran chat telegram oleh Kemenkominfo tersebut.

“Semoga Senin Pak Dirjen Aptika bisa kasih penjelasan luas,” ujar  Noor Iza, Jumat (14/7-2017).

Yang dia maksudkan adalan Dirjen Aplikasi Informatika (Aptika) Semuel Abrijani Pangerapan.  Noor tidak mengungkap lebih jauh mengenai alasan pemerintah memblokir aplikasi pesan instan Telegram.

Namun, salah satu hal yang diduga menjadi alasannya adalah karena Telegram banyak digunakan oleh teroris untuk berkomunikasi.

Meski disebut baru mengumumkan masalah pemblokiran ini Senin mendatang, aplikasi web Telegram sekarang sudah tidak bisa diakses melalui koneksi internet sejumlah operator.

Sejauh ini, pemblokiran juga sudah dilakukan oleh operator Telkomsel dan XL Axiata. Indikatornya adalah saat pengguna mencoba mengakses alamat web.telegram.org, maka akan langsung dibawa ke halaman berisi keterangan pemblokiran.

Pemblokiran Telegram kontan memancing keluhan netizen. Mereka mempertanyakan alasan penutupan Telegram dengan berbagai nada ekspresi, mulai dengan pertanyaan datar hingga bernada makian.

Jauh sebelum hari ini, isu pemblokiran aplikasi Telegram sempat beredar. Hal itu dikaitkan dengan tudingan bahwa aplikasi ini menjadi pilihan favorit kelompok radikal pelaku teror.

Di Rusia, aksi pengeboman di stasiun metro Saint Petersburg, Rusia, 3 April 2017, disebutkan melibatkan aplikasi Telegram.

Dinas Keamanan Federal Rusia atau FSB, menyebutkan soal informasi penggunaan Telegram sebagai sarana komunikasi para pelaku dan jaringannya.

Di Indonesia, pada 14 Januari 2016 pemerintah melalui Kemenkominfo pernah menutup sebuah telegram di alamat http://telegram.me/jihadmedia01.

Aplikasi Telegram, meski tak sebesar WhatsApp, namun dirancang dengan keamanan enkripsi data yang sangat sulit ditembus.

Didirikan tahun 2013 oleh Pavel Durov dan Nicolay Durov dari Rusia, aplikasi Telegram dirancang dengan fitur yang sangat melindungi privasi.

Berikut beberapa keandalan yang ditawarkan Telegram.

  1. Koneksi : Dapat digunakan dari lokasi terpencil.
  2. Koordinasi: Mampu menjadi sarana komunikasi grup dengan anggota di atas 10.000
  3. Sinkronisasi : Chat bisa dilakukan lintas piranti
  4. Pengiriman Pesan: Bisa mengirim dokumen dengan berbagai tipe
  5. Enkripsi : Mampu menjaga rahasia personal dan  bisnis
  6. Penghapusan/Destruksi Pesan : Pesan bisa diatur sesuai waktu
  7. Penyimpanan : menggunakan komputasi awan
  8. Privasi : Pesan-pesan di Telegram terenkripsi ketat dan dapat otomatis menghancurkan pesan.
  9. Kecepatan:  Telegram mengirimkan pesan lebih cepat dari aplikasi lainnya.
  10. Distribusi: Server Telegram tersebar di seluruh dunia demi menjamin keamanan dan kecepatan pengiriman pesan.
  11. Keamanan Dokumen: Telegram membuat pesan yang berada di dalamnya tidak dapat diretas

 

Sumber: Tempo.co
Editor   : Stefanus H. Lopis