JAKARTA, LASPELA-Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 atas perubahan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Senin, 10 Juli 2017.
Menko Polhukam Wiranto menegaskan, Perppu tersebut sebagai landasan pemerintah membubarkan ormas-ormas yang dianggap bertentangan dengan ideologi Pancasila.
“Dalam Perppu tersebut, pembubaran ormas bisa dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM tanpa melalui mekanisme peradilan,” katanya di Jakarta, Rabu (12/7).
Di Tanah Air, ada sekitar 334 ribu ormas. Kendati pemerintah memberikan kebebasan untuk menyatakan pendapat dan berkelompok lewat pembentukan sebuah organisasi, tapi tetap ada aturan.
Ormas, kata Wiranto, tidak boleh menyalahgunakan dan keluar paham ideologi yang kemungkinan bisa memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
“Banyaknya ormas di Indonesia, sangat mungkin bisa memengaruhi perilaku masyarakat ketika sedang menyalurkan aksi kebebasan berekspresi. Ini sangat bahaya dan mengancam kebhinnekaan. Mari kita terima Perppu itu sebagai satu kenyataan yang normatif dari pemerintah,” ajak Wiranto.
Isi Perppu diselipkan beberapa pasal baru terkait pembubaran ormas dan pemberian sanksi.
Pasal 80A, Menkum HAM berhak bubarkan ormas yang terbukti melanggar dan bertentangan dengan Pancasila. Pasal 82A dinyatakan, setiap orang atau anggota ormas yang melanggar ketentuan hukum sebagaimana Pasal 59, dipidana penjara seumur hidup atau paling singkat lima tahun dan paling lama 20 tahun.
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra sebelumnya akan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas Perppu 2 Tahun 2017.
Yusril yang juga pakar Hukum Tata Negara itu menilai, penerbitan Perppu tersebut tidak mendasar dan pemerintah terkesan otoriter karena dapat membubarkan ormas tanpa melalui mekanisme peradilan. (harnas)
Editor: Stefanus H. Lopis